Habibie di rumahnya |
Ketika Ainun wafat, atau saat
Habibie merilis buku kisah percintaannya dengan almarhumah,bermenit-menit
durasi tayangan infotainment memuatnya. Begitu pula berbagai media hiburan,
termasuk tempat saya bekerja, tak kalah antusias memberitakannya. Respon pasar
bagus. Bahkan Prof. Habibie lewat stafnya minta dikirimi tabloid yang saya tulis,
yang di dalamnya memuat berita dia di isu utama. Habibie benar-benar bangga, dan sesudahnya
saban ada kegiatan beliau, wartawan hiburan tak pernah lalai diundang.
Begitulah yang terjadi, kala menjelang
bulan puasa jatuh sekitar pertengahan
Juli 2012 lalu. Prof. Habibie mengundang wartawan hiburan, karena akan merilis
filmnya yang diangkat dari buku best seller tulisannya. Tentu saja buku kisah
cintanya dengan Ainun. Undangan itu datang hari Minggu sore, bertempat di
kantor MD Entertainment di bilangan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Bayangkan, hari
Minggu pun, wartawan yang datang berjubel-jubel. Sehari sebelumnya, redaktur
pelaksana sudah berpesan, jika acara Habibie akan jadi isu khusus. Ini artinya
jadi cover belakang.
Sebetulnya saya letih juga.
Soalnya baru beres-beres rumah sejak pagi. Tapi karena ini untuk cover, saya
paksakan diri berangkat. Sepanjang jalan saya petakan, siapa saja yang bakal
diwawancara. Prof. Habibie wajib dapat. Begitu pula Manoj Punjabi. Berikutnya
aktor dan aktris pendukung; Bunga Citra
Lestari dan Rahadian Reza. Penulis skenario dan sutradara kalau bisa
diwawancara pula. Pukul 15.00 tepat, sesuai permintaan Public Relation (PR) MD
Entertainment, saya sudah sampai. Fotografer bahkan sudah tiba duluan.
Ternyata walau datang on time,
tak menjamin bisa cepat dapat wawancara. Manoj rupanya belum nongol. Prof.
Habibie baru sekitar pukul 16.00 datang. Sambil nunggu, saya santap roti dan minum coca
cola dingin. Tak lama, Manoj bersedia diwawancara. Di ruang kerjanya yang
mewah, kami ngobrol ngalor ngidul. Usai wawancara, Manoj sempat berpose untuk
diambil gambarnya. Jepret,jepret,jepret…”Oke, terima kasih ya pak?”kata Manoj
pada fotogfrafer saya, yang meski masih muda tapi rambutnya sudah penuh uban.
Reza Rahardian pemeran Habibie |
Prof. Habibie memang memiliki
kebiasaan “buruk” –kalau mau dibilang begitu- jika diwawancara wartawan.
Mungkin karena pengetahuannya yang luas, jika jurnalis bertanya satu, akan
dijawabnya panjang lebar. Biasanya pembukaan dulu, kemudian isi, kesimpulan baru
penutup. Ya, mirip skripsilah. Tidak to the point. Inilah yang terjadi sore
itu. Saya sampai susah memotong perkataannya, dan para tamu lain seperti sudah
tak sabar ingin segera bangkit dari tempat duduknya.
Manoj bisa paham. Tapi PR MD
Entertainment rupanya merasa tak enak.
Konferensi pers harus segera dimulai. Waktu sudah beranjak sore. Dari belakang
punggung Prof. Habibie, sang PR mengkode saya untuk segera menyelesaikan
wawancara. Tapi, saya sendiri bingung dan tak enak hati memotong omongan Prof.
Habibie. Beliau sedang asyik menjelaskan, masa langsung di cut dengan ucapan
terima kasih. Kasusnya beda kalau yang ngomong bukan tokoh sekaliber Prof.
Habibie. Ini mantan wakil presiden lho….
Habibie dan Ainun |
Lucunya saat konpers, kembali
Prof. Habibie bicara panjang lebar. Tapi saya sudah tak peduli. Wong sudah
dapat statemennya. Saya di luar saja. Bicara dengan seorang pegawai MD, yang
orang Solo asli. Acara yang dirancang selesai sebelum maghrib akhirnya molor.
Satu hal yang saya sesalkan, sore itu saya tak sempat mengabadikan Prof.
Habibie dengan kamera poketku. Ini untuk jadi ilustrasi blog saya. Kalau di
tabloid, semua aman karena fotografer sudah bekerja profesional.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan anda!