Daftar Isi

Friday, August 17, 2012

dangdut dari masa ke masa


Pembukaan Musyawarah Nasional Persatuan Artis Musik Melayu-Dangdut Indonesia (PAMMI), Sabtu (3/3) 2012 lalu, mencetuskan ide untuk mengusulkan music dangdut ke UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia. Usulan ini di dukung Menkokesra, Agung Laksono, yang menghadiri  acara itu. Agung optimis, dangdut bisa diterima UNESCO,  karena musik dangdut dinilai satu-satunya kesenian asal Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain.

Jalan ke arah itu tentu saja masih panjang. Para insan musik dangdut bahkan disarankan Agung agar segera melakukan konsultasi pada pihak terkait, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kepemudaan, serta Kementerian Kesejahteraan Rakyat."Sebagai penguatan eksistensi maka musik ini harus diakui dunia. Tidak hanya berdampak bagi pelaku, namun bangsa Indoesia juga merasakan dampak positifnya. Antara lain dari unsur perekonomian maupun perdagangan," tukas mantan Ketua DPR RI tersebut.

Revolusi Musik Dangdut
Kehadiran Agung Laksono dalam hajat insan musik dangdut, tentu bukan sebuah keistimewaan. Sebagai aliran musik tersendiri, dangdut terbilang unik dan kontroversial. Unik karena dangdut tumbuh dan berkembang hanya di Indonesia. Di sisi lain, sebagai musik yang diidentikan dengan masyarakat kelas bawah, dangdut kini sudah menyeruak hingga ke Istana Negara. Tentu saja setelah  melewati segenap jalan terjal, dengan berbagai pro dan kontranya.

Musik  dangdut berasal dari musik melayu yang mulai berkembang pada tahun 1940-an. Irama melayu sangat kental dengan unsur aliran musik dari India dan irama musik dari Arab, khususnya unsur tabuhan gendang dan unsur cengkok penyanyi dan harmonisasi irama. Pada tahun 1960-an musik melayu mulai dipengaruhi oleh banyak unsur mulai dari gambus, degung, keroncong, dan langgam.

Konon pada masa inilah sebutan musik melayu sudah berubah menjadi musik dangdut. Ini mengacu pada bunyi alat musik gendang yang didominasi suara “Dang” dan “Dut”. Aliran ini lambat laun dikenal sebagai musik dangdut, dengan ciri khas kelugasan dan kesederhanaan liriknya. Perubahan arus politik Indonesia di tahun 1960-an, membuka pula masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan digunakannya gitar listrik dan metode pemasaran yang baru.Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah matang dalam bentuknya yang kontemporer.

Dangdut kontemporer telah berbeda dari akarnya, musik melayu, meskipun orang masih dapat merasakan sentuhannya. Revolusi besar musik dangdut terjadi saat Soneta Group dibentuk Rhoma Irama. Sejak itu dangdut mengadopsi lebih banyak lagi alat-alat musik modern barat seperti organ elektrik, perkusi, trompet, dan saksofon untuk meningkatkan variasi dan sebagai lahan kreativitas pemusik-pemusiknya. Mandolin juga masuk sebagai unsur penting.

Pada paruh akhir dekade 1970-an juga berkembang variasi "dangdut humor" yang dimotori oleh OM Pancaran Sinar Petromaks (PSP). Orkes ini, yang berangkat dari gaya musik melayu Deli, membantu diterimanya dangdut di kalangan mahasiswa. Subgenre ini diteruskan, misalnya, oleh OM Pengantar Minum Racun (PMR) dan, pada awal tahun 2000-an, oleh Orkes Pemuda Harapan Bangsa (PHB). Seiring perkembangan zaman, dangdut lantas mulai menemukan cabang-cabang baru hasil “perkawinan” dengan jenis aliran musik lain.

BERINTETRAKSI DENGAN MUSIK LAIN
Dangdut sangat elastis dalam menghadapi dan memengaruhi bentuk musik yang lain. Lagu-lagu barat populer pada tahun 1960-an dan 1970-an banyak yang didangdutkan. Genre musik gambus dan kasidah perlahan-lahan hanyut dalam arus cara bermusik dangdut. Hal yang sama terjadi pada musik tarling dari Cirebon sehingga yang masih eksis pada saat ini adalah bentuk campurannya: tarlingdut.

Musik rock, pop, disko, dan house musik bersenyawa dengan baik dalam musik dangdut. Aliran campuran antara musik dangdut & rock secara tidak resmi dinamakan Rockdut. Demikian pula yang terjadi dengan musik-musik daerah seperti jaipongan, degung, tarling, keroncong, langgam Jawa (dikenal sebagai suatu bentuk musik campur sari yang dinamakan congdut, dengan tokohnya Didi Kempot), atau zapin.

Mudahnya dangdut menerima unsur asing menjadikannya rentan terhadap bentuk-bentuk pembajakan. Banyak lagu-lagu dari film ala Bollywood dan lagu-lagu latin yang dirubah syairnya dan didangdutkan. lagu Kopi Dangdut, misalnya, adalah "bajakan" lagu yang populer dari Venezuela. Ironisnya, lagu-lagu bajakan itu diakui sebagai hasil karya sendiri, dengan tanpa rasa malu dan bersalah.

Dangdut memang disepakati banyak kalangan sebagai musik yang membawa aspirasi kalangan masyarakat kelas bawah. Ciri khas ini tercermin dari lirik serta bangunan lagunya. Gaya pentas yang sensasional tidak terlepas dari nafas ini. Karena sifatnya yang sangat merakyat, tak heran panggung kampanye partai politik juga memanfaatkan kepopuleran dangdut untuk menarik massa. Isu dangdut sebagai alat politik juga menyeruak ketika Basofi Sudirman, pada saat itu sebagai fungsionaris Partai Golkar, menyanyi lagu dangdut.

Walaupun dangdut diasosiasikan dengan masyarakat bawah yang miskin, bukan berarti dangdut hanya digemari kelas bawah. Di setiap acara hiburan, dangdut dapat dipastikan turut serta meramaikan situasi. Panggung dangdut dapat dengan mudah dijumpai di berbagai tempat. Tempat hiburan dan diskotek yang khusus memutar lagu-lagu dangdut banyak dijumpai di kota-kota besar. Stasiun radio siaran yang menyatakan dirinya sebagai "radio dangdut" juga mudah ditemui. Perlahan namun pasti, dangdut juga sudah diiterima di kalangan “atas” yang selama ini dikesankan malu jika ketahuan mendengar musiK dangdut.

DANGDUT DI TELEVISI
Dangdut sebagai salah satu jenis musik memiliki keunikan tersendiri. Iramanya sanggup membuat semua orang berjoget tanpa perlu aturan tertentu untuk menikmatinya. Adalah Televisi Pendidikan Indonesia  (kini MNCTV) yang melihat potensi dangdut sebagai tayangan yang menjanjikan. Merekalah yang pertama kali berani membuat gebrakan dengan  menyiarkan acara musik dangdut. Acara yang ditayangkan pada siang hari, berdurasi satu jam merupakan acara khusus musik dangdut. Target penonton adalah para pecinta musik dangdut yang tersebar di pelosok-pelosok desa.
Tahun 1995-an Indosiar ikut membuat program musik "Dangdut on The Campus" yang diputar pada hari Minggu pukul 10 pagi. Tayangan ini mengupas tentang pendapat para mahasiswa tentang musik dangdut dan mahasiswa diminta untuk ikut bergoyang dangdut. Acara ini nampaknya cukup sukses dan diikuti terus oleh kalangan mahasiswa sekaligus membuktikan bahwa tidak semua mahasiswa alergi terhadap musik dangdut.


Tidak mau ketinggalan dengan televisi yang lain, SCTV membuat program "Sik, Asyik.." acara khusus musik dangdut. RCTI dengan "JOGED"-nya dan LATIVI (kini TVone) menggelar langsung musik dangdut yang dikemas dalam "Kawasan Dangdut". Demikian juga dengan tv-tv lain berlomba-lomba menyajikan musik dangdut.


Musik dangdut di televisi dikemas begitu rupa, dari penampilan penyanyinya dengan baju sopan dan tertutup, goyangan yang dibatasi, dan membuang syair-syair yang erotis. Semua ini dilakukan untuk menghilangkan kesan, kalau dangdut itu musik erotis dan merusak moral. Secara tidak langsung ini adalah usaha agar dangdut bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat. 


Sosialisasi musik dangdut lewat layar kaca nampaknya cukup berhasil.Buktinya musik dangdut diterima oleh mahasiswa,diputar di kafe-kafe milik kaum elit, para pecinta musik klasik, jazz, rock dan lagu-lagu pop lainnya mau mendengar lirik-lirik dangdut. Sebagian dari artis (semula artis pop) bersedia menyanyikan lagu-lagu dangdut. Contohnya adalah Obbie Mesakh pencipta lagu-lagu pop yang berputar haluan mencipta lagu dangdut. Dengan demikian usaha menjadikan dangdut sebagai musik semua lapisan masyarakat lewat televisi terbukti sangat ampuh..

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda!