Ustaz Jefry Al Buchori |
Sesaat setelah badan helikopter mendekat, jenasah yang
meninggal langsung diusung secara estafet di atas kepala kerumunan massa, untuk
dievakuasi.Puluhan orang tewas tergencet, lainnya pingsan karena
berdesak-desakan. Semua mendekat. Semua ingin menggapai kain kafan jenasah
Ayatullah Khomeini (86). Sekitar sepuluh juta warga Teheran mengiringi
pemakaman Pemimpin Tertinggi Spiritual Republik Islam Iran itu ke Behez El
Zahra (Taman Az Zahra), usai dinyatakan meninggal dunia 3 Juni 1989 silam.
Mereka tak perduli, walau akhirnya harus meregang nyawa karena terinjak-injak
atau kehabisan oksigen.
Dahsyat, sungguh dahsyat!Dalam pandangan mata anak baru gede yang senang membaca
majalah bekas, laporan pemakaman Ayatullah Khomeini itu hingga kini masih terus
membekas. Saya tak tertarik mengupas ideologi Syiahnya. Saya juga tak hendak
memastikan, Khomeini bakal masuk surga karena pemakamannya yang sedemikian
spektakuler. Tapi satu yang saya tangkap, begitulah imbalan setimpal jika sosok
besar dan menginspirasi banyak orang harus meninggal dunia. Kesan itu, seolah
terulang saat melihat pemakaman Ustaz Jefry Al Buchori, Jum’at (27/4) lalu.
Tentu tak adil membandingkan kiprah Khomeini dan Uje –begitu
Ustaz Jefry Al Buchori biasa disapa. Mereka hidup dalam dimensi yang berbeda.
Khomeini sosok agamawan dan juga politisi. Uje murni pendakwah. Khomeini
menginspirasi generasi sesudahnya, karena kesederhanaannya yang ekstrim. Seorang
pemimpin tertinggi sebuah negeri kaya minyak yang hanya mewariskan satu rumah
petak kecil dan sejumlah buku puisi saat meninggalnya. Uje mencerahkan generasi
seangkatannya, yang sedang berada dalam masa “pancaroba”.
Jika Khomeini disanjung, Uje tak berbeda jauh. Tapi inilah
adab yang memang harus dilakukan. Meski
dalam beberapa hal, ada yang terasa kurang pas. Saya tak hendak memvonis, soal
beredarnya blackberry messenger (BBM)
yang mengabarkan Habib Mahdi melihat Uje muncul bersama 7 kyai lain di TPU
Karet Tengsin, Jakarta Pusat, dengan Uje menyaksikan jasadnya diturunkan ke
liang lahat, sebagai sesuatu yang keliru. Termasuk kabar yang beredar disertai
foto, jika awan membentuk posisi orang berdoa, saat pemakaman Uje berlangsung.
Sebagai anak bangsa yang juga menyaksikan sosok mantan
Presiden Soeharto dan Gus Dur mangkat, saya mencoba memahami psikologis orang
Indonesia yang melodramatis. Dalam beberapa hal, kondisi ini juga dipengaruhi oleh
sifat masyarakat agraris, yang masih percaya pada hal-hal ghaib. Konon sebelum
Soeharto wafat, liang lahatnya di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah
meledak. Begitupun usai jenasah Gus Dur dimakamkan di komplek Pondok Pesantren
Tebu Ireng, Jombang, hujan deras yang membuat makamnya ambles dimaknai sebagai
pertanda lain soal kewaskitaan Gus Dur.
Dibanding Soeharto dan Gus Dur, Uje bukanlah sosok yang
dekat dengan dunia metafisika. Tak heran, saat BBM itu beredar, sejumlah tanya muncul
dibenak saya. Siapa tujuh kyai yang muncul bersama Uje di pemakaman, hingga
kini Habib Mahdi juga belum merinci. Termasuk, bagaimana mengidentifikasi mereka
dengan tepat, di tengah lautan manusia yang mayoritas berbusana koko dan
berpenutup kepala warna putih. Lebih mengundang tanya lagi, saat BBM itu
menyuruh sang penerima untuk meneruskannya ke pihak lain. Di jamin, katanya, dalam
dua jam berikutnya akan mendapat kabar baik.
foto lama yang ternyata diambil di Cilandak Town Square |
Saat melihat foto awan yang mirip orang sedang berdo’a, yang ternyata foto lama, ingatan saya justru meluncur terhadap sikap Rasululloh
Muhammad, kala kematian putranya yang bernama Ibrahim dibarengi dengan fenomena
alam berupa gerhana bulan. Saat itu, banyak orang meyakini, terjadinya gerhana
karena kematian putra nabi. Namun, nabi kemudian membantahnya dengan tegas.
Intinya, fenomena alam yang terjadi berbarengan dengan kelahiran dan kematian
seseorang, tidaklah ada sangkut pautnya. Itu murni tanda-tanda kekuasaan Allah.Begitu
sabda nabi. Tidak ada tafsir lain.
Mangkatnya Uje sudah pasti menjadi kehilangan kita bersama. Saat
kematangan emosional dan intelektual konon mulai terwujud di usia 40 tahun, ia
justru harus menemui Tuhannya. Ini takdir, dan sebagai makhluk yang beriman
kita harus menerimanya dengan ikhlas.”Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan
merasakan mati,”kata Allah (QS. 21:35). Namun jika syetan telah gagal membujuk
orang-orang untuk ikut datang dan mendoakan Uje, jangan biarkan ia sukses
dengan skenario berikutnya. Banyak cara, salah satunya lewat berita BBM yang
tak jelas juntrungannya.
Siapa bisa menjamin setelah menyebarkan BBM itu dua jam
kemudian bakal mendapat kabar bahagia? Derajat pesan ini tak lebih dari
pesan-pesan lain yang bertebaran, dengan ancaman jika tidak disebarkan akan
mendapat kabar duka. Celakanya, kondisi ini kerap dipercaya mayoritas
masyarakat kita. Padahal Uje sendiri semasa hidup selalu berpesan agar terus menebar
kebaikan, karena kita tidak tahu apa yg bakal terjadi 5 menit ke depan. Entah
kabar bagus, atau justru kematian.
Penghargaan yang layak telah Uje dapatkan di akhir hidupnya.
Bagaimanapun,di tengah kontroversi metode dakwahnya, ia telah memberikan pencerahan.
Baik lewat isi ceramah maupun kisah hidupnya yang dramatis. Uje juga pendakwah
yang getol memberantas takhayul di kalangan jemaahnya. Ia tak tergantikan. Jika
Uje telah berbaring tenang di tengah doa-doa yang terus didaraskan orang-orang
terkasihnya, tugas kita untuk tidak membiarkan ia “gelisah” melihat polah
orang-orang yang ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan. Tidak ada tawaran
lain. Tidak ada pilihan lain, agar hal-hal seperti itu tidak terjadi lagi! Yuk,
kita tolak BBM ngaco itu…Wallahua’am bishowab.
http://m.kaskus.co.id/post/517b4f1cdb92480f1d000000#517b4f1cdb92480f1d000000
ReplyDeletebaca ini dulu gan sebelum bikin berita @_@
Terima kasih...Tapi ini bukan berita gan.Ini opini bebas yang bisa dilawan dengan opini juga,hehehe
Deleteiseng bacain 1-1, untold story nya tidak berupa "untold story" ya? maksudnya ngga ada yang beda dengan yang sudah ada di media.
ReplyDeleteIya,hehe...ini folder opini bebas.tar kalo ada cerita tersembunyi,aku tls n masukin ke folder the untold story...tp soal awan, media tak melawannya,spt tulisan di atas khan,hehehe
Delete