Daftar Isi

Friday, June 8, 2012

Iwan Fals:"Bakso Boyolali Enak"

Iwan habis makan
Menyambut hari ulang tahun Kota Boyolali, sebuah kota kecil di dekat Solo, Jawa Tengah, saya dan fotografer ikut cawe-cawe untuk meliputnya. Saya anggap ini liburan yang lumayan berguna untuk menyegarkan pikiran. Soalnya waktunya cukup lama, yaitu 4 hari. Dari Kamis, hingga Minggu sore tanggal 10 Juni 2012. Sejak di Bandara Soekarno-Hatta, saya berangkat bareng dengan Iwan Fals dan krunya. Dia menjadi salah satu pengisi acara. Perjalanan selama hampir 1 jam Jakarta-Solo, sempat diguncang awan tebal di langit Jakarta. Rasanya khawartir juga, jika mengingat tragedi Sukhoi yang baru saja terjadi.

Sampai di Solo, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan mobil. Kami, rombongan wartawan, ditempatkan disebuah hotel bernama Puri Merbabu Asri, dekat terminal Boyolali. Ini hotel kecil. Bahkan kamarnya mirip kamar kontrakan. Lebih mengenaskan lagi, kami cuma dikasih handuk. Terpaksa saya beli sendiri sabun, odol dan sikat gigi. Tidak lupa sandal jepit, karena di hotel tidak dibagikan sandal. 

Acara pertama adalah jamuan makan siang. Usai bersantap ria di rumah kakaknya bupati Boyolali, rombongan dihibur dengan tarian topeng ireng. Tarian energik ini dipakai untuk menyambut para tamu istimewa. Dandanannya mirip suku Aborigin di Australia. Seperti biasa, Iwan jadi pusat perhatian. Banyak orang yang ingin berfoto bersama atau sekedar berjabat tangan. Cikal, anak perempuannya sibuk menolak permintaan para fans Iwan.

Sudah jamak terjadi, jika tour ke mana-mana, Iwan selalu ditemani Mbak Yos, istri sekaligus manajernya. Tapi kali ini tugas itu diambil alih oleh Cikal. Mbak Yos sangat protektif pada Iwan. Tak sembarang wartawan bisa dikasih waktu untuk wawancara. Di Jakarta, sudah terkenal jika Iwan Fals amat pelit meluangkan waktu untuk ngobrol. Sebetulnya Iwan orangnya baik. Cuma manajernya saja yang terlalu ketat. Rupanya, hal ini juga dilakukan Cikal.

Setelah makan siang,  karena Iwan dan wartawan tidur di hotel yang berbeda, kami melakukan kegiatan sesuai agenda masing-masing.Kami sempat naik ke lereng Gunung Merapi. Tujuannya untuk liputan rubrik wisata, sekalian hunting foto matahari terbit. Berangkat dari hotel pukul 04.00. Bayangkan betapa dinginnya. Begitu sampai dilereng tertinggi yang bisa dicapai mobil, saya hampir saja "mati". Pagi buta tanpa jaket berada di ketinggian 2300 meter di atas permukaan laut, dengan kondisi alam habis diguyur hujan, bukanlah ide yang baik.

Karena tak kuat, saya memilih masuk mobil. Mas Joko, ketua anak cabang PDI Perjuangan di Boyolali yang setia mengantar kami, juga ikut-ikutan masuk. Dia punya penyakit yang sama dengan saya; tidak kuat udara dingin. Setelah menunggu cukup lama kabut tak juga menyingkir, terpaksa kami memutuskan untuk turun. Sehari sebelumnya, Iwan Fals juga naik ke lereng ini dan melihat-lihat keasrian Merapi. Iwan bisa melihat puncak, karena saat itu tidak tertutup kabut tebal.

Acara inti hari ulang tahun kota Boyolali adalah konser musik ijo royo-royo. Sebelum pentas, panitia menggelar konferensi pers bersama artis-artis pendukung di pendopo rumah dinas bupati. Acara didahului dengan penyerahan piala pada anak-anak sekolah dasar yang berprestasi. Acara formal selesai, kami digiring ke belakang. Semua berkumpul dan masing-masing artis diberi kesempatan bicara, sebelum dilanjutkan sesi tanya jawab.

Bupati Boyolali, Drs. Seno Samudro, rupanya terkesan dengan Iwan Fals. Tanpa sungkan, ia mengaku selalu teringat dengan syair lagu Iwan, yang menjadi inspirasi anak muda untuk melakukan reformasi di negeri ini. "Kalau tidak salah, bunyi syairnya begini,' Ternyata kita harus berjalan. Robohkan syetan yang berdiri mengangkang',"ujar pak bupati. "Nah, mas Iwan sebagai penyanyi lagu itu, bagaimana tanggapan Mas Iwan terhadap jalannya reformasi di negeri ini,"tanya pak bupati, yang juga bekas wartawan oahraga ini.

semangkok bakso Boyolali
Rupanya tak banyak yang tahu, beberapa tahun belakangan Iwan Fals sudah mulai melunak. Dulu dia memang garang mengkritik pemerintah lewat syair-syair lagunya. Mungkin pak bupati tidak mengikuti terus perkembangan terbaru dari Iwan. Maka saat mendapat pertanyaan seperti itu, tanpa basa-basi Iwan langsung menjawab,"Tadi malam baksonya enak banget pak. Saya sampai nanya itu bakso dijual tidak di Jakarta?Tapi katanya tidak dijual di Jakarta ya pak?".Mendapat jawaban seperti itu, pak bupati tertawa keras, diiringi semua yang hadir.

Untung Pak Seno tidak mengulang pertanyaan serupa. Usai tanya jawab, kami semua dipersilahkan makan pagi. Saya sempat mencicipi gulai kambing yang enak benar. Sayang sebelumnya sudah makan 4 jadah goreng plus minum kopi di Pasar Selo, setelah turun dari puncak Merapi. Jadi ruang yang tersisa di perut tinggal sedikit.  Saya lihat, sembari menguyah daging kambing yang empuk, Iwan Fals sedang suntuk menikmati makanannya di pojok ruangan.

Iwan pulang ke hotel, waktu semua wartawan Jakarta keluar untuk memotret beringin berumur ratusan tahun di belakang rumah dinas bupati. Karena waktu shalat Jum'at sudah mulai mepet, kami ikut terburu-buru meluncur ke hotel.  

Sorenya para wartawan mengunjungi stage, pulang ke hotel lagi, beristirahat, bangun dan mengikuti acara seremonial penanaman sejuta pohon di Kabupaten Boyolali.  Tapi saya memilih untuk tidak mengunjungi stage, karena ingin istirahat. Jadi cuma fotografer yang berangkat.

Hingga curhat ini saya tulis, pekerjaan belum selesai, sampai kami melihat Iwan Fals benar-benar beraksi di atas panggung malam harinya. Kali ini, lagu-lagunya bertemakan lingkungan hidup. Kalaupun kritik, ya terkait dengan perilaku manusia yang tidak ramah lingkungan. Mungkin karena dunia politik kita tidak seenak bakso ya? Jadi mending ngomong soal lingkungan saja....gkgkgkgkg.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda!