Daftar Isi

Wednesday, June 12, 2013

Kuliner Khas Betawi

Jika dirunut satu persatu, cukup banyak kekayaan kuliner masyarakat Betawi yang bisa dinikmati. Dari sekedar makanan ringan, lauk pauk hingga minuman yang menyegarkan. Ada yang sudah terkenal, tapi banyak juga yang kini semakin langka, karena kalah oleh jajanan modern.  Berikut beberapa diantaranya.

Sayur Gabus Pucung
Sayur gabus pucung merupakan makanan khas Betawi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Makanan ini bahkan jadi bagian dari salah satu tradisi masyarakat Betawi, yaitu “nyorog”.Ini adalah tradisi masyarakat Betawi yaitu kewajiban menghantarkan makanan pada orang tua dari anak, atau menantu pada mertua. Biasanya dilakukan setiap menjelang bulan puasa atau lebaran.

gabus pucung
Meskipun tradisi ini sudah banyak ditinggalkan masyarakat Betawi, tapi ikan gabus pucung masih bisa dinikmati sebagian masyarakat Betawi dan non Betawi. Di masa lalu, menu sayur ikan gabus pucung ini juga menjadi menu khusus pada perhelatan atau jamuan penting, dan menjadi penarik selera. Pada saat ini gabus pucung dihadirkan pada acara kumpul keluarga, atau menyambut tamu khusus yang tidak berjumlah besar.

Asinan
Makanan yang satu ini terbilang unik atau berbeda dengan makanan khas Betawi lainnya. Hal ini karena proses pembuatannya dengan cara diacar yaitu melalui penambahan garam dan asam suka.  Rasanya yang khas, membuat makanan ini digemari. Isi asinan biasanya sayur-sayuran segar.

Racikan makanan ini konon berasal dari perpaduan budaya Betawi dan China. Nama asinan sendiri muncul dari proses merendam sayuran dan buah-buahan ke dalam larutan air dan garam. Makanan ini mirip dengan rujak, hanya saja jika rujak bahan yang disajikan segar, asinan bahan yang disajikan dalam keadaan diacar dan diasinkan.
sepiring asinan
Bahan asinan terdiri dari timun, sawi asin, tauge, kol,lobak dan potongan tahu. Ada juga sambal kacang dan diberi kucuran gula merah. Sebagai teman pelengkapnya, makanan ini dikasih kerupuk mie kuning dan kacang goreng yang membuat rasa asinan semakin bertambah nikmat.

Sayur Babanci
Sayur Babanci adalah salah satu makanan khas Betawi yang sudah hampir punah. Makanan ini sangat susah ditemukan di Jakarta saat ini. Wujud dari sayur Babanci seperti soto, tapi dengan kuah yang lebih kental. Bahan utamanya berupa daging, santan, kelapa sangrai, dan kelapa muda dengan bumbu-bumbu seperti kunyit, jahe, terasi, ketumbar dll.

Ciri utama makanan ini adalah serutan kasar kelapa muda di atasnya. Kelapa muda yang segar ini membuat rasa sayur menjadi lebih ringan. Tekstur kelapa muda ini juga bisa mengimbangi tekstur daging yang kasar. Dibutuhkan keahlian khusus untuk mengolah masakan ini, agar penyajian dan rasanya sempurna.

Salah satu alasan yang menyebabkan makanan ini langka, mungkin karena bahan-bahan untuk membuat Babanci semakin sulit ditemukan di Jakarta. Bahan-bahan itu misalnya temu mangga, kedaung, bangle, adas dan lempuyang. Babanci saat disajikan sebagai sayur ditemani oleh sejumlah lauk pauk lain seperti tempe, tahu dan krupuk. Bagi yang suka rasa pedas, dapat menambahkan sambal untuk menambah kelezatan makanan ini.

Laksa Betawi
Makanan khas Betawi ini juga jarang bisa ditemui di Jakarta. Namun begitu, dibeberapa lokasi tertentu masih bisa dijumpai.Laksa Betawi adalah panganan berjenis mie yang diberi bumbu. Laksa Betawi memiliki kuah berwarna kekuningan. Udang rebon yang dicampur ke dalam kuah, membuat rasanya menjadi segar dengan paduan aroma khas udang.

Selain itu, laksa Betawi biasanya menggunakan ketupat, telur, kemangi, tauge, kucai,bihun,perkedel dan bawang goreng.  Cara lain untuk menikmati laksa adalah menggunankan semur Betawi. Paduan rasa manis pada semur, akan menambah gurih di lidah. Namun ini bukan sebuah keharusan, karena tergantung selera masing-masing.

Ketoprak Betawi

Makanan tradisional Betawi ini cukup banyak penggemarnya. Potongan lontong, taburan tauge dan bihun yang dicampur dengan bumbu kacang yang kental cukup mengenyangkan untuk makan siang. Tak sulit untuk menemukan ketoprak, karena hampir di setiap sudut kota Jakarta ada penjualnya. Biasanya pedagang yang menjual ketoprak berkeliling dengan menggunakan gerobaknya. Tapi sekarang beberapa rumah makan pun menyediakan ketoprak sebagai salah satu menu mereka.

Ayam Sampyok
Ayam Sampyok, hidangan mewah Betawi kota dengan sentuhan cita rasa China yang menyelimuti daging empuk ayam. Perlu diketahui, dua layer proses “pembumbuan” dilakukan untuk mendapatkan rasa lezat Ayam Sampyok ini. Sehingga sedap hingga ke dalam ayam terasa terus hingga akhir santapan.

Kerak Telor
Kerak telor merupakan salah satu makanan khas daerah Betawi yang gampang di temui di arena Pekan Raya Jakarta. Makanan ini dibuat dari bahan-bahan seperti beras ketan putih, telur ayam atau bebek, ebi (udang kering) dan parutan kelapa yang disangrai kering,  bawang goreng, cabai merah, kencur, jahe, merica, garam dan gula pasir sebagai bumbu pelengkapnya.

Cara membuat makanan ini cukup unik karena tidak dimasak di atas kompor namun dimasak diatas bara api. Pedagang kerak telor sesekali membalikkan wajan agar permukaan dari kerak telor tersebut juga terpanggang dan matang merata sambil dikipas-kipas agar bara api tetap menyala. Setelah kering dan matang kerak telor siap untuk disajikan.

Roti Buaya
Buaya adalah binatang yang paling setia dengan pasangannya. Buaya berbentuk roti dalam masyarakat Betawi merupakan representasi dari kesetiaan. Oleh karena itu harus diberikan sepasang. Roti buaya ini berbentuk buaya kecil yang lucu. Sayang, roti ini mulai sekarang juga sudah susah mendapatkannya. Toko-toko roti lebih banyak menjual berbagai jenis roti dari luar daripada roti khas Betawi ini.


Kue Cucur
kue cucur
Kue berwarna coklat ini sering dijumpai di sekitaran Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Bagian tengah kue cucur biasanya lebih tebal daripada tepi-tepinya, yang kering berenda sehingga terasa gurih, manis dan renyah karena sedikit gosong.

Warna coklat kue cucur berasal dari gula merah yang membuat rasanya legit. Sebagai bahan dasar, kue ini terbuat dari tepung beras. Biasanya, di dalamnya ada semacam serat yang rasanya manis dan kenyal. Meski sudah mulai langka, tapi kue cucur masih bisa dijumpai di pasar-pasar tradisional.

Kue Akar Kelapa
Pernah mendengar kue akar kelapa? Kue tradisional khas masyarakat Betawi di Bekasi ini biasanya ditemukan saat Idul Fitri atau Lebaran. Makanan ini menjadi salah satu hidangan wajib disuguhkan saat hari raya. Sebagian orang Bekasi menyebutnya kue Procot. Dinamakan kue akar kelapa, karena bentuknya mirip akar kelapa. Sedangkan disebut kue Procot, karena saat digoreng adonannya diprocotkan atau dikeluarkan secara perlahan menggunakan tabung yang sudah dilubangi bagian ujungnya .
kue akar kelapa

Kue Pepe
Kue pepe biasanya dimakan sambil ditemani segelas kopi panas. Teksturnya lembut dan kenyal. Kue khas Betawi ini berlapis-lapis dengan warna menarik,membuat tampilannya makin cantik. Kue pepe atau kue lapis sagu ini rasanya manis dan lengket. Terbuat dari adonan tepung beras, tepung sagu, gula pasir dan santan. Agar terlihat lebih menarik,adonannya juga bisa diberi bermacam-macam warna.

Seperti kue lapis umumnya, kue berbentuk segi empat ini dikukus hingga matang. Dikalangan masyarakat Betawi, kue lapis sagu sering disajikan saat hajatan, tahlilan dan syukuran. Tampilannya memang mirip dengan kue lapis tapi adonan kue ini sedikit lengket, kenyal dan berwarna  cerah. Selain dijadikan camilan, kue pepe bisa juga dihidangkan untuk menu pencuci mulut. Kue ini juga banyak dijajakan di toko kue dan pasar tradisional.

Kue Rangi
Kue Rangi atau biasa disebut sagu Rangi terbuat dari tepung kanji dicampur dengan kelapa yang diparut kasar. Dahulu, orang memanggang kue Rangi dengan memanfaatkan api yang berasal dari kayu bakar atau arang. Alhasil, kue tersebut menjadi lebih wangi.

Kue Rangi adalah salah satu makanan khas Betawi yang juga mulai jarang didapatkan. Namun ada beberapa restoran dengan semangat melestarikan budaya Betawi, kembali memasukan kue ini dalam menu mereka. Kue ini  rasanya gurih karena mengandung parutan kelapa dan juga manis karena di permukaan ditaburi gula merah. Aromanya jangan ditanya, harum dan menggugah selera.

Dodol Betawi
Dodol yang legit ini sebenarnya tidak kalah pamornya dengan dodol Garut. Sayangnya tidak mudah menjumpai dodol Betawi di ibukota, hanya di kampung Dodol yang terletak di bilangan Kalibata, Jakarta Selatan saja. Kita akan mudah menjumpai dodol Betawi karena wilayah tersebut merupakan sentra produksi dan penjualan dodol Betawi.

Bir Pletok

Bir pletok adalah salah satu minuman khas Betawi. Embel-embel bir pada minuman ini bukan berarti mengandung alkohol. Bir pletok justru merupakan minuman kebugaran dari rempah alami yang memiliki beragam khasiat. Salah satunya, bisa mengatasi masalah sulit tidur alias insomnia.

Pada acara-acara adat Betawi, bir pletok biasanya disajikan bersama dengan camilan-camilan khas Betawi lainnya. Bir ini terbuat dari rempah-rempah seperti jahe merah, kayu angin, kayu manis, serai, kapulaga, dll. Minuman ini memiliki sensasi hangat ketika diminum dan cocok diminum malam hari atau pada saat udara dingin.

Es Selendang Mayang
Bagi masyarakat Betawi, tentu sudah tak asing lagi mendengar jenis minuman yang juga bisa mengenyangkan ini. Minuman ini dapat mengenangkan, karena bahan utama dari es selendang  mayang adalah tepung sagu dan tepung beras berbentuk kue seperti agar-agar serta disiram dengan santan yang gurih dan segar.

Warna merah atau hijau dari adonan kue yang disajikan dalam potongan kotak-kotak dan berpadu dengan warna putih santan, membuat tampilannya seperti selendang. Meski sudah mulai langka, tapi bagi penggemar kuliner Betawi, es selendang mayang masih bisa dijumpai di kawasan Kota Tua, Glodok dan kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Es Doger
Es Doger banyak ditemukan di Jakarta. Minuman yang menyegarkan ini berisi es serut,tape singkong, ketan hitam ditambah sirup dan susu kental manis. Kadang-kadang ditambah juga roti tawar sebagai pelengkap, hingga rasa es doger semakin maknyus.


Tuesday, June 4, 2013

Pushtun

gadis suku Pushtun
Pernah berkunjung ke Negeri Jepang? Datanglah sekali-kali dan kagumi kreatifitas teknologi mereka dari yang paling remeh hingga teramat njlimet. Begitu saran seorang teman, yang tahu saya tak pernah menginjak negara Jepang. Gambaran soal kemajuan negeri matahari terbit itu memang hanya saya dapat lewat bacaan. Itupun dari majalah bekas yang dibeli di alun-alun Kota Tegal, Jawa Tengah, tempat saya sering nongkrong saat SMA dulu. Di situ ditulis, Jepang bangkit dari keterpurukan tak punya apa-apa setelah dibom atom, lewat peniruan dan pengembangan tak kenal lelah teknologi Barat.

Sesungguhnya, potensi kreatifitas bangsa kita tak kalah hebat. Memang semangatnya masih sebatas urusan ekonomi. Belum beranjak bagaimana menjadi pionir karena terinspirasi produk atau kultur dari negara lain. Buktinya, film atau album baru yang hari ini beredar di Amerika Serikat, besok sudah ditemui bajakannya di Glodok. Bahkan ada anekdot, jangan memasukan barang ke Indonesia. Nanti orang yang memasukan bisa-bisa ditiru juga! Luar biasa.

Ledakan kreatifitas menjadi penting, karena inilah daya yang menghidupkan segalanya. Di ranah apapun. Sunan Kalijaga menjadi wali tersukses di Tanah Jawa, karena gaya dakwahnya yang tidak kaku dan monoton. Tidak seperti ormas sekarang yang main gebuk jika berbeda dengan mereka. Sunan Kalijaga mengadopsi kesenian wayang dengan cerita Mahabaratta, diganti kisah-kisah sahabat Nabi Muhammad. Puji-pujian pada sang pencipta, diambil dari tembang-tembang Jawa, tapi dengan syair yang bercerita soal ketauhidan.

Jujur saja, daya kreatifitas positif ini pantas mendapat pujian. Seniman musik dan pencipta lagu kita merajai pasar Malaysia, karena dinilai lebih kreatif. Bahkan dalam soal gaya panggung, penyanyi Indonesia berhasil mengawinkan nilai-nilai agama dengan tuntutan komersial sebagai penghibur, dan itu tidak membosankan. Gaya berjilbab kini semakin variatif, dan mendukung penuh tampilan walau dalam panggung yang disesaki oleh ribuan pengunjung sekalipun. Kondisi ini seperti mendobrak pakem dunia hiburan sebelumnya, yang seolah-olah menahbiskan seorang penyanyi berjilbab seperti sedang tampil di acara 17 Agustus-an.

Fatin dan Dewi Sandra
Mungkin karena suasananya yang sudah kondusif, beberapa publik figur kini tak segan-segan memilih jilbab sebagai pakaian sehari-hari. Sudah tentu ini keputusan besar. Mereka dalam masa produktif dan masih basah kuyup di dunia hiburan. Karena banyak juga artis berumur dan menikmati masa tua, tapi tak berani untuk memilih jalan itu. Segala pilihan, tentu punya risiko dan di atas segalanya, inilah sebenarnya kemenangan kreatifitas yang memangkas keraguan jika dengan berjilbabpun, para artis itu bisa tampil trendy.

Sentilan keras bukan berarti tak ada. Memahami hubungan agama dan kultur masyarakat kita menjadi penting, agar kerangka berfikir kita tidak stereotif, “aku adalah aku dan dia bukan aku”. Padahal dalam beragama yang kaffah, kerangka fikir yang harus dikembangkan adalah “dia adalah aku, aku adalah dia”. Bukankah menjadi sesuatu yang aneh, saat memutuskan berjilbab, tapi sikap dan cara melihat sesuatu lantas tidak dirubah? Ada banyak contoh dan salah satunya “tradisi” cium pipi kiri dan cium pipi kanan (cipika cipiki) yang masih terus dilestarikan.

Cara pandang yang benar akan menghasilkan keputusan yang benar. Termasuk keyakinan, jilbab bukanlah busana penyelamat, saat seorang publik figur terindikasi tersangkut kasus korupsi misalnya. Keseharian berbusana seksi, tapi giliran dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi tertutup rapat dan berkerudung. Bukan soal citra Islam yang bakal tercemar. Al Islamu ya’lu wala yu’la alaih.Islam itu tinggi nilainya, dan tidak ada sesuatupun yang dapat menyaingi ketinggian nilai Islam. Ini hanya soal kepatutan. Sebab tanpa pikiran jernih, jatuhnya akan timbul prasangka dan pikiran negatif.

Kasus Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) yang menyebut kata “Pushtun” dalam percakapannya dengan Ahmad Fathanah, tersangka kasus suap daging sapi impor menguatkan hal ini. Melihat sepak terjang Fathanah dengan beberapa wanita cantik, “Pushtun” lantas diasosiasikan sebagai hal negatif. Penghakiman tidak adil ini bahkan menyentuh ke wilayah sensitif, termasuk mereka yang memutuskan untuk mengenakan busana muslimah, tanpa motif-motif kebendaan. Sebagai publik figur, artis tentu yang paling rentan diasosiasikan prasangka negatif ini.

Hmmm....tersangka korupsi
Keteledoran LHI pantas disesalkan. Sebagai sebuah suku bangsa, perempuan-perempuan Pushtun di Afganistan justru sangat dijaga. Mereka tak bisa sembarangan bertemu laki-laki lain yang bukan muhrimnya. Konon untuk sekedar melihat kecantikan perawan Pushtun, seseorang yang berkunjung ke pemukiman mereka perlu hari keberuntungan. Tradisi ini terus hidup dan dihidupkan selama ratusan tahun, dan jadi “rusak” oleh kreatifitas segelintir orang kita. Entah bagaimana perasaan suku Pushtun, seandainya mereka tahu soal ini.

Jepang menjadi negara maju karena kreatifitasnya yang tinggi. Korea Selatan berhasil mengekspor industri kreatifnya karena inovasi. Dunia pertunjukan Indonesia,sudah bergerak dengan segala hal yang tidak dijumpai bahkan di Timur Tengah sekalipun, sebagai tempat kelahiran Agama Islam. Inilah kreatifitas terpenting yang tidak melanggar hukum, orisinil, alat syiar efektif dan menginspirasi jutaan anak muda untuk tidak malu-malu bergaya dengan hijab.  

Jika semua upaya itu kemudian “dirusak” oleh pemahaman yang keliru akibat tingkah beberapa orang, sudah saatnya pihak-pihak yang berkompeten turun tangan, sebelum semuanya  jadi salah kaprah dan susah diluruskan. Bukankah begitu?  

Saturday, June 1, 2013

Seputar Isra' Mi'raj

Bagi kaum muslim, peristiwa Isra Mi’raj merupakan momen yang sangat penting, karena setelah peristiwa itulah, sholat 5 waktu diwajibkan. Secara istilah, Isra adalah berjalan di waktu malam, sedangkan Mi‘raj adalah alat (tangga) untuk naik.Isra mempunyai pengertian perjalanan Nabi Muhammad SAW pada waktu malam hari dari Masjid Al Haram di Mekkah ke Masjid Al Aqsha di Palestina. 

Sedangkan Mi’raj adalah kelanjutan perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid Al Aqsha di Palestina ke langit ke-7 (Sidratul Muntaha). Di langit tertinggi inilah tempat Nabi Muhammad “bertemu” dengan Allah SWT. Dus, Isra Mi’raj adalah kisah perjalanan Nabi Muhammad ke langit ke tujuh dalam waktu semalam. Prosesi sejarah perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad ini termaktub dalam Qur’an Surat (QS) Al-Isra’ ayat 1 dan QS An-Najm ayat 13-18.

Dimensi Metafisika dan Fisika
Tentu saja butuh sebuah keimanan yang tangguh untuk mempercayai peristiwa ini. Ketika Nabi Muhammad menceritakan pengalaman yang baru saja dilaluinya, saat itu langsung terbelah menjadi dua kubu. Mereka adalah kubu (kaum) yang percaya (beriman) dan kaum yang tidak percaya (kaum Quraisy). Bagi kaum muslim sendiri, seseorang disebut beriman, jika dia percaya pada  hal-hal ghaib (metafisika).

Dimensi metafisika ini, dalam ajaran Islam terangkum pada 6 rukun iman. Diantaranya: (1) beriman (percaya) kepada Allah SWT, (2) percaya kepada adanya Malaikat, (3) percaya kepada Rasul-Rasul Allah, (4) percaya pada Kitab-Kitab Allah, (5) percaya pada adanya Hari Kiamat, dan (6) percaya pada Qada dan Qadar (Takdir Allah di alam semesta). Kepercayaan kaum muslim terhadap peristiwa Isra Mi’raj, merupakan implementasi dari 6 rukun iman ini.

Di luar dimensi metafisika, perdebatan sengit juga kerap terjadi saat melihat kejadian Isra Mi’raj lewat kaca mata ilmu fisika. Di dalam ilmu fisika modern, kecepatan partikel/benda yang paling cepat saat ini adalah kecepatan cahaya (light speed). Kecepatan cahaya adalah sebuah konstanta fisika yang disimbolkan dengan huruf c.Konstanta ini sangat penting dalam fisika dan bernilai 299.792.458 meter per detik.

Perjalanan nabi saat Isra Mi’raj ditemani oleh malaikat Jibril. Sesuai Al Qur’an dan Hadis, malaikat disebut terbuat dari cahaya. DR. Mansour Hassab El Naby, pakar astrofisika dari Mesir  mencoba membuktikan pernyataan Al-Qur’an dan hadist Rasulullah Muhammad bahwa zat malaikat adalah cahaya. Dasar  El Naby adalah Al-Qur’an surah As-Sajadah ayat 5 yang menyatakan : “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu

Diketahui bahwa kecepatan cahaya sebesar 300.000 km per detik (bulatan angka 299.792,4989 km/detik). Jika benar materi malaikat adalah cahaya, maka mau tak mau kecepatan geraknya haruslah sesuai dengan ukuran kecepatan cahaya temuan para fisikawan.

Untuk hal itu, El Naby mencoba membuktikan  apakah benar pernyataan Al-Qur’an ini; kecepatan malaikat 1 : 1000 tahun adalah sama nilainya dengan 300.000 km/detik. Jika benar (1:1000) = 300.000 km/detik, berarti benarlah bahwa zat malaikat adalah cahaya. Apa hasilnya ? Ternyata 1 :1000 tahun = 300.000 km/detik! 

Bisa dibilang, peristiwa Isra dan Mi’raj (perjalanan 1 malam yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekkah terus ke Masjid Al Aqsha di Palestina, dan seterusnya naik ke Sidratul Muntaha di langit ke-7) yang dilaluinya bersama Malaikat Jibril adalah benar secara Fisika maupun Metafisika. Malaikat Jibril terbuat dari cahaya, dan bergerak dengan kecepatan cahaya. Dengan begitu, nabi yang ikut bersama Malaikat Jibril juga bergerak dengan kecepatan cahaya.

Tahun Kesedihan
Menurut riwayat, Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian Muhammad di Mekkah sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Al-Maududi dan mayoritas ulama mengatakan, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Sementara Al-Allamah al-Manshurfuri bilang, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer.

Secara psikologis, banyak pendapat yang mendukung Isra Mi’raj menjadi titik balik kehidupan nabi, setelah beliau bertubi-tubi diterpa kesedihan. Dimulai dari wafatnya paman beliau, Abi Thalib bin Muthalib, kemudian disusul istri tercinta, Siti Khadijah, ditambah lagi perlakuan penolakan dakwah nabi dengan dilempari batu dan cemooh. Nabi Muhammad merasa tertekan dan sedih. Maka apabila diilustrasikan sebagai sebuah siklus, saat itu Rasulullah sedang berada pada titik terendah dalam hidupnya, merasa kehilangan dan sendiri.

Pendapat lain meyakinkan, Isra Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. John Renerd dalam buku ”In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi’raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.
masjid Al Aqsha dan Al Sakhrah

Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekkah, maka Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.

Lebih dari  segalanya, menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah (Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja)”. Allah SWT pun berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh (Keselamatan bagimu wahai seorang nabi, rahmat dan berkahnya)“.

Perjumpaan ini menjadi inti dari peristiwa Isra Mi’raj. Karena saat itulah, Muhammad diperintahkan untuk menegakan shalat 5 waktu. Bagi kaum muslim, shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan spiritual. Shalat juga menjadi sarana untuk menjaga keseimbangan kehidupan masyarakat. Al – Qur’an menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika.

Ingatkan Kesucian Baitul Maqdis
Ujian keimanan menjadi hal pertama yang harus dipertaruhkan, saat mendengar peristiwa Isra Mi’raj. Selain itu, Sayyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat Islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah Mi’raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika ditarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.

Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi’raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk”.

Peristiwa Isra Mi’raj, dalam batas-batas tertentu juga menjadi pengingat tentang tempat-tempat suci umat Islam yang lain,selain Masjidil Haram yang sudah terkenal. Nama Masjid al-Aqsa bila diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, maka ia berarti "masjid terjauh". Nama ini berasal dari keterangan dalam Al Qur’an Surat Al-Isra ayat 1 mengenai Isra Mi’raj. Istilah "terjauh" dalam hal ini digunakan dalam konteks yang berarti "terjauh dari Mekkah", karena jaraknya yang hampir 2000 kilometer.

Selama berabad-abad yang dimaksud dengan Masjid Al-Aqsa sesungguhnya tidak hanya masjid saja, melainkan juga area di sekitar bangunan itu yang bernama Baitul Maqdis yang dianggap sebagai suatu tempat yang suci. Perubahan penyebutan kemudian terjadi pada masa pemerintahan Kesultanan Ustmaniyah dimana area kompleks di sekitar masjid disebut sebagai Al Haram Asy-Syarif. Sedangkan bangunan ini awalnya adalah rumah ibadah kecil yang didirikan oleh Umar bin Khattab yang kini disebut sebagai Jami' Al-Aqsa atau Masjid Al-Aqsa

Kesucian tempat ini sudah dikenal sejak Nabi masih hidup. Tak aneh,sebelum turun perintah menjadikan Mekkah sebagai kiblat sholat, Baitul Maqdis di Jerusalem dijadikan arah kiblat.  Masjid Al-Aqsa merupakan bangunan tertua kedua setelah Ka’bah di Mekkah, dan tempat suci dan terpenting ketiga setelah Mekkah dan Madinah.

masjid Al Aqsha
Luas kompleks Masjid Al-Aqsa sekitar 144.000 meter persegi, atau 1/6 dari seluruh area yang dikelilingi tembok kota tua Jerusalem yang berdiri saat ini. Oleh Kaum Yahudi,tempat ini juga dikenal dengan sebutan Kuil Sulaiman. Kompleks Masjid Al-Aqsa dapat menampung sekitar 400.000 jemaah (Masjid Al-Aqsa menampung sekitar 5.000 jamaah, selebihnya sholat di kompleks yang ber-area terbuka).

Di pusat kompleks Kuil Sulaiman, terdapat Foundation Stone yaitu batu landasan yang dipercaya Umat Yahudi sebagai tempat Yahweh menciptakan alam semesta dan tempat  Abraham mengorbankan Isaac. Bagi umat Islam batu ini adalah tempat Nabi Muhammad menjejakkan kakinya untuk Mi’raj. Untuk melindungi batu ini, Khalifah Abd Al Malik Ibn Marwan membangun kubah dan masjid polygon, yang kemudian terkenal dengan nama Dome of The Rock (Kubah batu).

Inilah yang kerap menjadi kegelisahan umat Muslim. Karena saat di sebut  masjid Al-Aqsha selalu yang ditampilkan adalah Dome of The Rock alias masjid Qubah Al-Shakhra’. Sengaja atau tak sengaja, gambar masjid Qubbah al-Shakhra akan membuat umat muslim kehilangan ingatan tentang masjid Al-Aqsha. Karena tempat ini juga sedang diperebutkan oleh Umat Yahudi, ada anggapan hal itu dilakukan Israel untuk secara perlahan-lahan menghilangkan eksistensi Masjid Al Aqsa, karena mereka meyakini di bawah Masjid Al Aqsa itu ada reruntuhan kuil Sulaiman, yang dicita-citakan Israel untuk kembali dibangun.


Tuesday, May 28, 2013

Melongok Situs Gunung Padang

balok-balok di GN Padang
Balok-balok batu itu berserakan di mana-mana. Tidak hanya di puncak bukit tetapi juga di pesawahan, di sekitar rumah-rumah penduduk, bahkan diperkirakan masih tak terhitung jumlahnya tertanam di bawah bukit dan tanahnya yang amat subur. Lokasi situs ini berada di ketinggian 885 m dpl, di Gunung Padang, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.

Situs Gunung Padang adalah peninggalan megalitik terbesar di Asia Tenggara dengan luas bangunan purbakalanya sekitar 900 m² dan areal situsnya sekitar 3 Ha. Bangunan punden berundaknya berbahan bebatuan vulkanik alami dengan ukuran yang berbeda-beda. Tepat di puncak gunungnya, bebatuan tersebut berserakan dengan denah mengkerucut dalam 5 teras.

Diperkirakan batunya berusia 4000-9000 tahun SM (Sebelum Masehi). Situs megalitik ini sendiri berasal dari periode 2500-4000 SM. Ini berarti bangunannya telah ada sekitar 2.800 tahun sebelum dibangunnya Candi Borobudur. Bahkan, usia situs megalitik ini lebih tua dari Machu Picchu di Peru. Situs megalitik Gunung Padang diperkirakan sezaman dengan bangunan pertama Piramida di Mesir.

Batu dari Gunung Padang
Kata “padang’” dalam bahasa Sunda berarti caang atau terang benderang. Ada juga pengertian lain dari istilah “padang”, yaitu: pa (tempat), da (besar; agung), dan hyang (eyang; moyang; leluhur), dari ketiga kata tersebut kemudian kata ‘padang’ dimaknakan sebagai tempat agung para leluhur.

Bentuk situs Gunung Padang berupa tiang-tiang dengan panjang rata-rata sekitar 1 meter dan berdiameter rata-rata 20 cm, berjenis andesit, basaltik, dan basal. Geometri ujung batu dan pahatan ribuan batu besar dibuat sedemikian rupanya teratur berbentuk pentagonal (lima sudut). Angka 5 juga seakan memberikan identitas pemujaan bilangan ‘5’ oleh masyarakat Sunda dahulu kala. Hal ini membedakannya dengan Babylonia yang menganggap sakral angka 11 atau Romawi Kuno dengan angka 7.

Simbol ‘5’ tersebut mirip dengan tangga nada musik Sunda pentatonis, yaitu: da mi na ti na. Oleh karena itulah, selain kompleks peribadatan purba, banyak juga yang menyebut Situs Gunung Padang sebagai teater musikal purba.

Batu-batu andesit Situs Gunung Padang hanya dapat ditemui di sekitar Gunung Padang. Begitu menyeberangi Kali Cikuta dan Kali Cipanggulaan, tidak ada lagi batu-batu besi seperti itu. Masyarakat setempat percaya bahwa batuan andesit itu terlebih dahulu diukir di satu tempat yang kini disebut Kampung Ukir dan dicuci di satu empang yang disebut Kampung Empang. Hingga kini terhampar berserakan sisa-sisa ukiran batu purba tersebut. Kampung Ukir dan Kampung Empang berada sekitar 500 meter arah tenggara Situs Megalitik Gunung Padang.
  
Situs Gunung Padang pertama kali  termuat dalam Rapporten van de Oudheidkundige Dienst (ROD) atau Buletin Dinas Kepurbakalaan pemerintah Hindia Belanda pada 1914. Seorang sejarawan Belanda ternama yaitu N. J. Krom sempat menguraikannya tetapi belum banyak keterangan lebih lanjut mengenai informasi keberadaannya. Kajian arkeologi, sejarah, dan geologi kemudian dilakukan Puslit Arkenas sejak 1979. Tidak ditemukannya artefak berupa manik-manik atau peralatan perunggu menyulitkan penentuan umur situs ini. Hal itu karena mayoritas artefak megalitik di Indonesia dan Asia Tenggara ditemukan pada masa kebudayaan Dongson (500 SM).

Para arkeologi sepakat bahwa Situs Gunung Padang bukan merupakan sebuah kuburan seperti dinyatakan oleh Krom (1914) tetapi merupakan sebuah tempat pemujaan masyarakat Sunda Kuna. Selain itu, situs ini juga dibangun dengan posisi memperhatikan pertimbangan geomantik dan astromantik. Analisis dengan planetarium yang dilacak hingga ke tahun 100 M menunjukkan bahwa posisi Situs Gunung Padang pada masa prasejarah menunjukan berada tepat di bawah langit yang lintasannya padat bintang berupa jalur Galaksi Bima Sakti.

Legenda Prabu Siliwangi
Berbeda dengan para arkeolog, masyarakat setempat meyakini bahwa reruntuhan bebatuan ini berkaitan dengan upaya Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjadjaran yang ingin membangun istana dalam semalam. Bersama pasukan dan masyarakatnya mengumpulkan balok-balok batu alami dari sekitar Gunung Padang. Akan tetapi, sayang upaya tersebut gagal karena fajar telah menggagalkannya sehingga bebatuan itu dibiarkan berserakan di atas bukit.

Asumsi tersebut diyakini karena peninggalan prasejarah ini berupa bebatuan yang sama sekali belum mengalami sentuhan tangan manusia atau belum dibentuk oleh tangan manusia. Selain itu ditemukan juga guratan senjata kujang dan ukiran tapak harimau pada dua bilah batu. Argumentasi ini dikuatkan dengan bentuk monumental megalit dan catatan Bujangga Manik, yaitu seorang bangsawan dari Kerajaan Sunda dari abad ke-16 yang menyebutkan suatu tempat yaitu Kabuyutan (tempat leluhur yang dihormati orang Sunda) berada di hulu Sungai Cisokan yang berhulu di sekitar Gunung Padang. Namun Bujangga Manik juga menulis bahwa situs ini sudah ada sebelum Kerajaan Sunda.

Uniknya, penduduk setempat menjuluki beberapa batu yang terletak di teras-teras itu dengan nama-nama berbau Islam. Misalnya ada yang disebut meja Kiai Giling Pangancingan, Kursi Eyang Bonang, Jojodog atau tempat duduk Eyang Swasana, sandaran batu Syeh Suhaedin alias Syeh Abdul Rusman, tangga Eyang Syeh Marzuki, dan batu Syeh Abdul Fukor.

Melihat bentuknya, bangunan punden berundaknya mencerminkan tradisi megalitik (mega berarti besar dan lithos artinya batu) seperti banyak dijumpai di beberapa daerah di Jawa Barat. Untuk mengeksplor lebih dalam, Andi Arief yang juga staf khusus presiden bidang bantuan sosial dan budaya  mengkoordinir Tim Terpadu Penelitian Mandiri Situs Gunung Padang Cianjur—sebelumnya bernama Tim Katastropik Purba—karena diduga bangunan itu berbentuk piramida. Setelah melakukan pengeboran secara diam-diam, tim menemukan atap, lorong, dan material pasir di kedalaman 26 meter terkubur di Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat. Penemuan itu membuktikan gambar yang dihasilkan dari pemetaan geolistrik berupa piramida itu untuk sementara ini benar.

Teka-teki Orkestrasi Musik
Situs Gunung Padang tak hanya memunculkan teka-teki seputar kebudayaan masa lalu yang telah membuatnya. Peneliti dari Bandung Fe Institute bahkan menemukan di sudut belakang bagian timur undak pertama ada sejumlah batu yang tersusun sedemikian rupa. Karena dengan memukulnya akan terdengar suara nyaring berfrekuensi tinggi bagaikan nada-nada.

Peneliti Fe Institue, Hokky Situngkir mengungkap bebatuan tersebut seolah menjadi sebuah alat musik litofonik purba. Tapi berbeda dengan berbagai artefak litofonik warisan megalitik yang juga ditemukan di banyak negara di kawasan Asia Tenggara, ukuran dari artefak ini jauh lebih besar dimensinya. Dengan menggunakan analisis fast fourier transform, Hokky dkk memetakan nada-nada yang dicurigai sampel frekuensinya ke tangga nada barat dan ditunjukkan pengerucutan pada empat nada yakni ‘f’-'g’-'d’-'a’. Menurut dia, mayoritas batuan yang disampling tidak menghasilkan bunyi yang frekuensinya dapat diklaim sebagai ‘nada’ tertentu.


Tangga nada dalam pengelompokan batuan itu lazim digunakan dalam musikologi modern. Fakta ini menunjukkan bahwa sangat mungkin tradisi megalitik di situs Gunung Padang telah mengenal instrumen musik. Memang dari sisi urutan nada-nada yang diperoleh belum sempurna untuk dapat dikategorikan sebagai pentatonic scale ataupun heptatonic scale. Ada dugaan nada-nada yang hilang tersebut kemungkinan ada di batuan yang sebagian terpendam tanah di sekitar batuan yang menghasilkan frekuensi tinggi.

Soal musik ini masih menjadi teka-teki, apakah batu yang jadi sumber bunyi itu merupakan artefak litofon yang telah ditemukan di banyak tradisi megalitik lainnya. Jika memang batuan ini dijadikan alat musik, maka peradaban yang membangunnya telah mengenal pola orkestrasi atau permainan musik dengan berkelompok.

Apalagi kawasan situs ini memiliki ketinggian 983-989 di atas permukaan laut atau relatif jauh lebih tinggi dari kawasan sekitarnya. Hokky dkk menduga, bukan tidak mungkin bunyi-bunyian dari batu itu dijadikan sebagai pemberi aba-aba atau informasi di kawasan bawah situs dengan tipe punden berundak itu.

Tidak dipotong-potong
Berbeda dengan pendapat jika batu-batu itu dibentuk, ada pendapat lain jika Situs Gunung Padang dibangun dari batu-batu yang ada, tanpa sentuhan tangan manusia. Menurut Guru Besar Universitas Indonesia dan arkeolog senior, Mundardjito, para pembangun punden berteras lima itu mengambil bebatuan dari situs itu kemudian menempatkan sesuai fungsinya di bangunan itu.

Ini artinya, pembuatannya tidak seperti Candi Borobudur yang mendapatkan sumber bebatuan dari tempat lain kemudian dipotong berbentuk persegi sesuai ukuran yang dibutuhkan. Fakta ini mematahkan pendapat bahwa si pembangun Situs Gunung Padang menumpuk dan menyusun batu-batu itu dari bawah sampai ke atas hingga menjulang setinggi seratus meter.

Soal pernyataan Tim Terpadu Penelitian Mandiri tentang adanya ruangan di dalam Gunung Padang dari hasil pemindaian dengan geomagnetik dan geolistrik, ada seorang geolog yang menjelaskan bahwa sebenarnya itu bukan ruang, melainkan tanah lembab atau lempung. Sebelumnya, warna biru sesuai hasil pemindaian Tim Andi Arief diduga adalah ruangan bawah tanah di Situs Gunung Padang.

Penelitian tim lain juga mencatat berbagai bentuk kerusakan di situs Gunung Padang. Kerusakan memang bisa disebabkan oleh alam, namun peran manusia—pengunjung dan masyarakat—juga sangat besar dalam proses perusakan itu. Sebagai upaya pelestarian  ada usul penetapan tiga zonasi perlindungan.

Zona Inti yang merupakan area pelindungan utama untuk menjaga bagian terpenting cagar budaya seluas 9.000 meter persegi. Zona Penyangga, suatu area yang melindungi zona inti seluas 129.000 meter persegi. Kemudian Zona  Pengembangan, berfungsi melindungi lanskap alam dan budaya, kehidupan budaya tradisional, keagamaan, rekreasi dan kepariwisataan seluas 153.800 meter persegi.

Lalu, berapakah usia sesungguhnya situs Gunung Padang ini? Fakta awal Gunung Padang adalah gunung api purba. Batuan kekar kolom merupakan hasil dari tenggorokan gunung api. Berdasar penelitian lewat pertanggalan C-14 terhadap sisa material yang ditemukan di aliran sungai sisi barat Gunung Padang, bahwa pernah terjadi longsoran sekitar 5.300 tahun silam. Sementara budaya megalitik muncul dan berkembang pertama kali di Bumi sekitar 2500 - 1500 sebelum masehi. Mana yang benar?Penelitian hingga kini masih berlangsung. Jadi,tunggu saja.


Friday, May 24, 2013

Demi Tuhaaaan!

Arya dan Adi Bing Slamet
Syahdan, dunia menjadi gempar saat berita kematian Marilyn Monroe tersebar luas. Seorang bintang tenar yang sedang berada di puncak popularitas, ditemukan sekarat karena dugaan over dosis. Marilyn meninggal di usia 36 tahun. Hingga kini, kontroversi kematiannya masih terus terjadi. Benarkah ia bunuh diri?Atau Marilyn sengaja dibunuh karena  dianggap membahayakan karir politik Presiden John F. Kennedy (JFK) dan saudara laki-lakinya Robert F. Kennedy?

Saat Marilyn meninggal 5 Agustus 1962, dunia hiburan Hollywood tentu belum semaju sekarang. Tapi sudah jadi rahasia umum, jika perempuan berambut blonde itu pernah jadi “cem-ceman” JFK. Seturut kemajuan dunia medis, kesimpulan awal jika Marilyn sengaja mengakhiri hidupnya memang tak berubah. Belakangan langkah Marilyn juga “ditiru” pesohor-pesohor Amerika yang lain, seperti pentolan grup Nirvana, Kurt Cobain. Ia mati setelah menembak kepalanya sendiri, ditengah rencana perceraian dengan istrinya.

Selebritas Indonesia, bersyukur masih kuat mental menghadapi tekanan hidup, yang kadang sudah diluar rasio. Catatan sendu barangkali hanya ditorehkan saat bintang lawas Marlia Hardi nekad menggantung diri karena belitan hutang dari rentenir yang tak kunjung usai.Sejujurnya dengan pendekatan apapun, kisah-kisah tragis bintang Hollywood itu susah dipahami, hingga tak aneh latar belakang dari perbuatan nekad itu hingga kini masih buram. Popularitas, puja-puji, limpahan materi dan kemuliaan hidup telah mereka dapatkan. Mereka juga bukan bintang yang tiba-tiba nongol dan menuai berkah dari keajaiban publikasi. Tapi kenapa mereka melakukan itu? 

Mungkin masalahnya tidak sesederhana itu. Bagi orang awam yang belum pernah mencicipi dunia yang penuh ektravaganza, bintang-bintang itu seperti hidup di atas menara gading. Semua serba dilayani. Tak aneh, ribuan anak muda bermimpi untuk menggapainya. Jika pun anaknya tak mau, orang tuanya kadang yang punya obsesi besar agar sang anak bisa popular. Bukan rahasia lagi, segala cara ditempuh, bahkan bila perlu mengeluarkan biaya pribadi untuk sekedar bisa bikin video klip atau mendapat peran kecil di sebuah pentas drama atau sinetron. Bagi yang beruntung, bisa lewat “jalan tol” bernama kontes-kontesan, atau yang sedang in sekarang, tingkah konyol di Youtube atau depan kamera.

Otak pebisnis hiburan adalah menangkap momen. Siapa yang sedang naik, langsung ditangkap. Kadang dengan sedikit perjudian. Ini yang terlihat, ketika akhir-akhir ini tayangan-tayangan infotainment dipenuhi teriakan “Demi Tuhaaaaan” Arya Wiguna, bekas anak buah Eyang Subur. Dulu ada Sinta dan Jojo (Sinjo), serta Norman Kamaru. Saya tidak ingin memastikan, durasi Arya Wiguna paling setali tiga uang dengan Sinjo dan Norman Kamaru. Laiknya gelembung sabun, mengembang sebentar lantas meletus, segera dilupakan orang.

Faktor terpenting dari hikmah popularitas adalah cara mensyukurinya. Entah populer hasil kerja berdarah-darah, atau ketiban sampur karena rencana Tuhan. Sebab, saat popularitas itu dimasukan ke dalam hati, sakitnya bukan kepalang, ketika dicabut Yang Maha Kuasa. Coba anda tanya  bagaimana perasaan bintang besar, yang sempat berjaya di era 2000-an misalnya, kemudian diceukin tatkala berada di antara kerumunan wartawan, karena para jurnalis lebih suka menyapa dan mewawancara artis muda yang segar, ranum dan cantik.  Sakit sekali. Seperti diasingkan di planet Mars.

Tidak ada yang salah dengan pelaku industri hiburan. Hukum ekonomi berlaku ketat. Siapa yang tak lagi mendatangkan fulus, bakal ditendang. Arya Wiguna mungkin masih merasa ini masanya. Ini saatnya untuk menikmati puja-puji, diajak foto bareng, ditawari kontrak rekaman, atau digaet untuk jadi calon wakil bupati. Apakah keliru? Jangan salah, ekspektasi publik kadang diluar kemampuan si bintang, hingga popularitas dalam diri beberapa orang justru menjadi penjara budaya. Michael Jackson habis-habisan mengonsumi obat kuat, agar shownya bisa berlangsung perfect. Akibatnya, Jacko meninggal dunia.
 
Marilyn Monroe
Selain soal attitude, belum masalah benda-benda yang menempel di badan. Saat job masih lancar, duit mengalir, mungkin itu tak masalah. Tapi, usia popularitas jika tak pandai menjaganya bisa-bisa hanya seumur jagung. Jika tak kuat menahan segala tekanan itu, obat-obatan atau pelatuk pistol rawan dipilih sebagai solusi. Intinya, tidak gampang berenang diantara awan-awan popularitas. Kerinduan untuk menjejak bumi lepas dari segala atribut keartisan kerap meggoda, tapi situasi dan kondisi sering menahannya. Ini bikin stress.

Arya Wiguna dan belakangan Sefty Sinustika, istri si playboy Ahmad Fatonah, tahu benar kesempatan tidak datang dua kali. Saat moncong kamera terus bertubi-tubi ingin mengambil gambarnya, ini adalah potensi yang bisa mendatangkan keuntungan finansial yang besar. Mereka sedang dipeluk Dewi Fortuna. Soal ada yang sudah bosan melihat lagaknya yang alay (pinjam istilah ABG sekarang), itu  masalah lain. Namun jika membaca peta persaingan super ketat yang terus berlangsung, “Demi Tuhaaaaaan” bukan itu cara bijak untuk mensyukuri keberuntungan mereka. Kecuali kalau Arya ingin, keberadaannya di pentas dunia hiburan cepat-cepat ditarik dari orbit edar, karena publik sudah tak menyukainya lagi. Habis, cuma bisa teriak-teriak "Demi Tuhaaaan" doang

Monday, May 20, 2013

KAOS


Ada satu moment “menjijikan” saban kali peluit panjang wasit menandai berakhirnya pertandingan sepak bola. Beberapa pemain terlihat bertukar kaos,  menggegamnya erat-erat, seolah tak mau kehilangan barang berharga itu. Ritual ini, dalam beberapa hal memang seperti menghapus segala perseteruan yang baru terjadi. Seorang pemain bintang, kadang tak melulu menukar kaosnya sebagai tanda berakhirnya kompetisi, tapi juga karena sang kaos jadi rebutan sebagai cedera mata pemain lawan yang mengaguminya. Tak peduli, kaos itu sudah basah dan menguarkan bau tak sedap.

Sebagai penikmat bola amatiran, saya kadang tak habis pikir dengan “upacara” itu. Buat apa kaos bau ketek ditukar-tukar, atau bahkan diperebutkan, seperti yang terjadi saat David Beckam bertandang ke Senayan tempo hari? Bukankah jersey serupa bisa dibeli, dari kelas yang original hingga yang berharga Rp 35 ribu, dengan jaminan masih baru dan tidak bau?Belakangan setelah saya ngobrol dengan seorang bekas pengurus PSSI, ritual itu memang memiliki banyak makna. Salah satunya, kompetisi boleh saja berlangsung sengit dan keras. Tapi setelah semua usai, mereka semua, kita semua sesungguhnya bersaudara.

Makna ini memang terasa indah, jika diresapi dalam-dalam tak hanya di dunia olahraga. Saya tergelitik untuk menghubungkannya dengan fenomena belakangan, dimana para artis sedang berlomba-lomba memakai kaos partai. Ada yang berseragam merah, biru, hijau atau kuning. Saat ini, kaos telah membuat mereka “berjarak”. Si A adalah kita, dan si B adalah mereka. Kompetisi sengit yang bakal dihelat di 2014 nanti, sudah mulai terlihat dengan berbagai manuver, dengan alasan yang hampir seragam; ingin memperbaiki kondisi bangsa.

Ada artis yang tetap setia dengan seragam kaos sebelumnya. Tapi beberapa terlihat berganti kaos, karena mendapat tawaran yang lebih menarik dari partai sang pemilik kaos. Mirip seperti pemain bola profesional, yang jika tak betah akan segera hengkang untuk mengenakan jersey baru. Kaos menjadi identitas baru, sekaligus sumber kebanggaan karena berhasil masuk dalam komunitas tertentu. Tak cuma sebagai anggota dewan,”kaos” dalam hal jabatan yang lebih tinggi juga menarik untuk jadi rebutan.

Saat Rieke Dyah Pitaloka ada isu hendak mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur Jawa Barat, saya sempat menanyakannya kenapa harus “mengkhianati” konstituen yang telah mengantarkannya ke Gedung Dewan.  Saat itu, Rieke mencoba meyakinkan jika niatnya untuk maju “nyagub” baru sebatas wacana. Kebetulan belum lama Rano Karno meninggalkan kursi Wakil Bupati Tangerang, untuk memburu jabatan lebih tinggi sebagai Wakil Gubernur Banten. Langkah Rano itu sempat membuat saya berdebat kecil dengan Si Oneng, soal banyaknya politisi yang lebih bernafsu memburu kekuasaan, daripada merampungkan amanah yang dibebankan masyarakat hingga tuntas.
kaos partai siap dijual
Posisi sebagai selebritas, dalam banyak hal memang menguntungkan artis saat hendak terjun di dunia politik praktis. Pramono Anung dalam risetnya bahkan menyebut, artis sebagai figur yang paling kecil mengeluarkan ongkos politiknya, karena nama mereka yang sudah dikenal. Dalam posisi seperti itu pun, mereka masih kerap diberi keistimewaan, dengan ditanggung seluruh biaya kampanyenya. Ini sungguh-sungguh terjadi dan bukan isapan jempol belaka. Partai politik tak peduli dengan latar belakang si artis. Entah tak tamat SMA atau populer hanya karena gosip-gosipnya semata.

Apresiasi tentu pantas disematkan pada artis yang mau belajar, dan akhirnya mereka jadi melek politik. Tapi gugatan juga harus dilayangkan, pada artis yang selama lima tahun jadi anggota DPR tapi tak pernah sekalipun ngomong politik di depan media. Giliran ngomong, malah soal rencana cerainya. ”Kaos” yang mereka pakai, seolah hanya formalitas agar tak di cap pengangguran terselubung, karena berkurangnya job di dunia hiburan. Lebih mengenaskan lagi, jika semua itu dilakukan karena memang kapasitas mereka yang tidak memadai sebagai anggota dewan.

Sistem pemilihan langsung telah menjungkirbalikan akal sehat kita, sampai-sampai ada kekhawatiran akan muncul oilgarki-oligarki baru. Jabatan publik dikuasai oleh keluarga dan golongan tertentu, karena kekuatan uang dan pengaruh. Masyarakat pun dinilai semakin pragmatis. Tak peduli misi dan visi, jika sudah menyumbang pembangunan mushola, maka pilihan gampang dijatuhkan. Kondisi ini, telah menutup rapat figur cerdas dan punya idealisme tinggi untuk berkiprah di dunia politik, karena asupan “gizi”nya yang seret.

Laiknya semangat sepak bola, korps artis memang paling sedikit menonjolkan “kaos”nya setelah kompetisi berakhir. Ini positif. Mereka masih merasa senasib sepenanggungan, walau berada dalam partai berbeda. Jarang terjadi saling serang, atau sikap bermusuhan sekalipun itu di depan layar gelas. Keadaan ini berbeda pada politisi yang berangkat dari background lain, terutama para pengusaha lebih-lebih aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Tentu saja undang-undang memberi jaminan dan hak yang sama pada tiap warga negara, apapun profesinya untuk berkiprah di dunia politik. Jika segala kemudahan didapatkan kelompok artis, itu adalah berkah Tuhan yang harus disyukuri. Namun berkah itu rasanya terlalu dikesankan aji mumpung, jika mereka berangkat dengan bekal minim dan kemampuan seadanya.  

Saat para artis itu telah berhasil mentransfer nilai-nilai sportivitas usai kompetisi 2009 lalu, akan lebih elegan lagi jika mereka juga meniru persiapan matang seorang pemain bola dengan latihan kerasnya, agar level permainannya bisa meningkat lebih tinggi lagi. Tantangan zaman berubah. Persoalan bangsa terus menjadi-jadi. Dengan kemampuan mumpuni, yah, selain agar tidak malu-maluin, siapa tahu “kaos” yang mereka pakai benar-benar menjadi jersey kebanggaan. Bukan sekedar alat kamuflase karena di dunia hiburan nama mereka sudah mulai redup.Tabik...