“Siapa nih?”tanya saya.
“Saya kak. Dari Tegal”jawabnya.
“Kok tahu PIN BB saya dari
mana?”saya coba korek.
“Ada teman yang ngasih?”
“Hmm...Teman?Saya memang
pernah di SMA 1 Slawi?Ada yang kenal teman saya di Slawi?”saya masih penasaran.
Tapi perempuan remaja itu,
saya sebut saja Mella, tidak mau membuka siapa yang memberi akses ke saya. Ia
bahkan sempat bercanda, jika dirinya adalah seorang model majalah dewasa. Saya
kembali tanya, model majalah apa?Soalnya saya sering sekali mendapat permintaan
iseng dari anak-anak SMA, yang ingin menembus persaingan ketat dunia hiburan
Jakarta. Entah jadi model atau pemain sinetron.
“Maksudmu, kamu ingin ke
Jakarta?Jadi model majalah gitu,”cecar saya.
“Pantas nggak ya
kak?Soalnya saya nggak pede,”
“Wah, kalau nggak pede ya
jangan. Oh, ya kamu tinggal di Tegal apa Slawi?Masih kelas berapa?”
Mella lantas mengaku
tinggal di Slawi. Ia masih sekolah di sebuah SMK, yang letaknya tak jauh dari
SMA 1 Slawi. Saat Mella menyebut nama lokasi-lokasi itu, saya langsung paham ia
memang berasal dari sana. Perbincangan di sela-sela rapat itu akhirnya
berakhir, setelah saya mohon diri karena harus bergegas mengikuti satu acara.
Foto Mella dengan busana seksinya, resmi bertengger di BB saya.
###
Saya kaget, ketika
hari-hari berikutnya, Mella memasang status yang sering mengumbar kemarahan.
Tak jarang, ia memaki ibunya, bahkan tak segan-segan mengusung kata anj#ng atau
bab#. Tentu saja saya penasaran. Bagaimana mungkin seorang perempuan remaja,
masih duduk di bangku SMK pula, sudah sedemikian benci pada orang tua. Awalnya,
Mella tak mau berterus terang. Pelan-pelan, saya mencoba memposisikan diri
sebagai teman. Bukan kakak apalagi orang tua yang sok menasehati. Saya tanya
pakai bahasa gaul.
“Ngapain marah-marah lo?Pake
ngata-ngatain ortu lagi,”
“Gw kesel kak. Gara-gara
mama, hidup gw jadi berantakan,”jawabnya.
Ah!Barangkali ini problem
biasa anak-anak bau kencur. Maksud saya, anak-anak yang masih labil seperti
Mella. Serba nanggung. Dibilang sapu tangan kegedean, disebut taplak kekecilan.
Tapi ini, Mella akhirnya cerita kondisi sebenarnya. Ia mengaku dipaksa melepas
pacar satu kelasnya, dan dijodohkan dengan pria dewasa yang sudah mapan secara
ekonomi. Padahal ia sudah menyerahkan keperawanannya
pada sang pacar. Semua dilakukan sang mama, yang menurut Mella, hanya karena
faktor materi. Saat Mella menghubungi saya, rencana pernikahan bahkan sudah
dibahas, yaitu akhir Juni 2013.
“Rasanya saya ingin mati
saja. Saya nggak cinta sama laki-laki tua itu,”keluh Mella.
Calon suaminya sebetulnya
tidak tua-tua banget. Karena kata Mella, usianya baru 36 tahun. Ia bekerja di
sebuah show room mobil sekaligus jadi debt collector. Tapi sikapnya yang keras
dan pencemburulah, yang membuat Mella tertekan. Ia pernah cerita, satu ketika
pernah mencoba bertemu dengan sang mantan pacar. Rupanya, kencan itu ketahuan
si calon suami. Tanpa ampun, mantan pacar Mella dihadiahi bogem mentah, sampai
harus di rawat di rumah sakit.
“Kenapa kamu nggak lapor
ke polisi?”kata saya.
“Nggak kak. Saya takut. Nanti dibunuh,”alasan
Mella.
“Terus, kenapa calon
suamimu posesif begitu?Emang sejauh mana dia udah tahu hubunganmu dengan mantan
pacarmu?”
“Dia tahu saya sudah nggak
perawan,”jujur Mella.”Soalnya kami sudah sering berhubungan badan,”lanjutnya.
Ah!Aneh juga nih,pikir
saya. Merasa nggak cinta, tapi mau saja dia melayani calon suaminya. Karena
penasaran, saya coba korek latar belakang keluarganya. Mella mengaku orang
tuanya menikah beda agama.Beda etnis juga. Di rumah, semua berjalan sesuai
keyakinan masing-masing. Ia sendiri jadi bingung. Ujung-ujungnya, nilai-nilai
agama tak pernah dikenalnya sejak kecil.
Merokok dan minum minuman keras mulai disentuhnya bahkan ketika duduk dibangku SMP. Inilah dua benda yang kerap menemaninya, ketika tekanan batin mulai muncul. Stres melanda. Bisa ditebak, untuk memenuhi gaya hidup seperti ini, Mella butuh banyak biaya. Ia lantas kerap mengunjungi tempat-tempat hiburan malam. Saya sendiri tak tahu, di mana tempat hiburan malam di Slawi. Maklumlah. Dulu saya mainnya paling banter di Pasar Trayeman.
Merokok dan minum minuman keras mulai disentuhnya bahkan ketika duduk dibangku SMP. Inilah dua benda yang kerap menemaninya, ketika tekanan batin mulai muncul. Stres melanda. Bisa ditebak, untuk memenuhi gaya hidup seperti ini, Mella butuh banyak biaya. Ia lantas kerap mengunjungi tempat-tempat hiburan malam. Saya sendiri tak tahu, di mana tempat hiburan malam di Slawi. Maklumlah. Dulu saya mainnya paling banter di Pasar Trayeman.
###
“Kak, saya lagi di Yogya
nih?Kakak punya teman nggak yang bisa ngeboking saya. Mau pulang nggak ada
biaya,”satu ketika, ia mengirim BBM itu ke saya.
Aduh, aneh-aneh saja
Mella. Dia pikir saya berteman dengan kaum begajulan kali ya?Tapi saya mafhum.
Orang kalau lagi kepepet, siapa saja akan dihubungi. Saya terangkan, jika saya
tak bisa membantu.Ia bisa mengerti. Ini terjadi beberapa bulan, sebelum hari H
pernikahan tiba. Tapi minggu-minggu sebelumnya, Mella memang bercerita apa
adanya, soal aktifitas seksualnya.
Semua bermula saat saya
bertanya, bagaimana ia menopang semua kebutuhan hidup, ketika harus menenggak
Jack Daniel atau rokok yang diisapnya. Tahu sendiri harga miras merk-merk
terkenal,kebetulan saya pernah melongoknya di hotel kala berkunjung ke Nusa Tenggara
Timur, bisa ratusan ribu bahkan jutaan.
“Saya dapat dari om-om,”katanya.
Cerita ini awalnya mengejutkan
saya. Tapi beruntung, saya mengadopsi ilmunya mantan Presiden Soeharto; ojo
kagetan,ojo gumunan, lan ojo dumeh (jiaaaah,hahaha). Jadi, saya tekan dalam-dalam rasa kaget
saya. Naluri wartawan saya lantas bergerak. Apakah dia menjual diri?Bagaimana
caranya?Apa di Slawi ada om-om yang mau memelihara anak SMK, seperti halnya di
Jakarta?
“Saya pernah dikontrak
selama 6 bulan oleh dua om,kak. Sebulan dikasih 1,5 juta. Jadi sebulan dapat 3
juta. Mereka mengaku puas dengan layanan saya,”kata Mella.
“Lantas pacar atau calon
suamimu tahu?”
“Ya, enggaklah....”
“Wah, bagaimana kamu bisa
tidak hamil?”
“Pakai tisu. Karena kalau
pakai sarung, si om nggak mau,”
Tisu apa, saya kurang mengerti. Di sisi lain, duit tiga juta, di Slawi
pula, tentu sangat besar. Apakah faktor ekonomi semata yang jadi pertimbangan
Mella menjadi PSK?Atau sebutlah pekcun, tlembuk atau apalah?Mella menjawab
polos, begitulah cara dia melepas penat problem keluarga. Tapi ia juga
mengakui, ingin mencicipi punya iPhone, BB, dan laptop. Juga baju-baju bagus. Sesuatu
yang tidak bisa didapat dari orang tuanya. Saat kontraknya dengan om-om itu
berakhir, dia memilih freelance. Tarifnya Rp 300 ribu short time. Kalau ingin
diajak pergi lebih lama, bisa dibicarakan. Mendengar ini, miris rasanya hati
saya.
###
Rencana itu akhirnya
gagal. Awalnya, Mella ingin kisah hidupnya saya tulis. Menarik tentu saja. Saya
sudah memberi solusi, semua catatan hariannya kirim saja ke email saya. Siapa
tahu ada penerbit yang tertarik. Kalau dapat royalti, bisa dibagi dua. Mella
tak perlu lagi melacur, untuk mendapatkan uang. Tapi ia mengaku laptopnya
sedang rusak. Ia sedang menulis ulang semua yang dilakukannya di atas kertas.
Waduh, saya sempat bingung. Berapa lama dia bakal menulis catatan yang sudah
dikumpulkannya berbulan-bulan. Ia sempat memberi rincian sedikit lewat BBM.
Tapi itu tak cukup.
“Kakak ambil saja nanti,
kalau misalnya pulang ke Tegal. Saya lagi nulis di buku,”
Nah, inilah masalahnya.
Saya tak pernah punya waktu untuk pulang. Bukan sok sibuk. Sebagai kuli
panggul, hidup saya tidak bebas. Selalu saja disuruh ini itu sama majikan.
Padahal Mella sudah begitu semangat. Ia bahkan sudah menentukan sebuah resto di
Slawi Wetan.
Sebulan sebelum menikah,
ia sempat menonaktifkan BB-nya. Ia menulis status, agar siapapun jangan
menghubunginya dulu. Calon suaminya tahu dan marah-marah. Semakin mendekati
hari pernikahan, BB-nya tetap tak aktif. Saya ping cuma ada tanda silang.
Pernah ia aktifkan kembali. Rupanya saat itu ia hanya ingin mengeluh. Ia bilang
lebih mencintai sang ayah, diantara saudara-saudaranya yang tidak mau mengerti
perasaannya. Setelah itu, kontak saya di delcon.
Saya telusur di recent update. Tak ada nama Mella lagi. Tak pernah muncul. Tak terlihat lagi ia memasang profil picture berganti-ganti, dengan pakaian seksi, dan kadang-kadang seronok. Saya juga tak tahu persis alamat rumahnya, karena memang tak coba bertanya. Tapi, saya berharap, suaminya bisa membuatnya bahagia. Tentu dengan caranya sendiri.Semoga...
Saya telusur di recent update. Tak ada nama Mella lagi. Tak pernah muncul. Tak terlihat lagi ia memasang profil picture berganti-ganti, dengan pakaian seksi, dan kadang-kadang seronok. Saya juga tak tahu persis alamat rumahnya, karena memang tak coba bertanya. Tapi, saya berharap, suaminya bisa membuatnya bahagia. Tentu dengan caranya sendiri.Semoga...
tetapi yang jelas:
ReplyDelete1. sejak kecil tidak dikenalkan dengan agama (apalagi ortunya beda agama) knapa gitu yah.
2. setelah besar,menikah dengan calon suami yang usianya beda jauh.
3. broken home
4. selagi masih hidup jangan putus asa, tetap berjuang untuk merubah diri dan menjadi manusia/insan yang baik dan normal, tentu dengan bertobat terlebih dahulu.
5. jangan mengulang masa lalu..
6. trims
articleplong.blogspot.com
Bisans nt ora crita nang handi siih jon
ReplyDeletehhahaha..klalen....
DeleteMas bro....mengko adong nduwe pin bbm'e mella nyong njaluk ya anggo aban2 HP..hahaha. nyong penasaran slawi jebule akeh tlembuk ( apa alumni tlembuk gopek yah..hehehe) arep studi tour malam ning slawi..hahaha karo moci
ReplyDeletehttp://
www.edy-78.blogspot.com
ilang,ehehehe
Delete