Saya
tak ingat persis, darimana nomor telepon Anas Urbaningrum itu bisa mampir ke
dalam ponsel saya. Kejadiannya sudah cukup lama. Kala itu, sekitar tahun 2008,
Anas belum jadi anggota DPR. Cukup lama saya melobi dia, untuk sebuah wawancara
panjang. Hingga satu sore, ketika saya sedang tidur, Anas menghubungi saya, dan
menyatakan bersedia di wawancara.
“Kita
ketemu pagi ya? Di Mid Plaza,”ujarnya.
Jujur,
saya tak kenal banyak soal Anas. Referensi pengetahuan saya, ia hanyalah bekas
ketua HMI dan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pagi yang dijanjikan
datang, saya tiba lebih awal di Mid Plaza, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.
Tak berselang lama, Anas yang saya panggil “mas” muncul dengan baju batik dan
celana kain hitam. Ia menghampiri saya sambil menelepon menggunakan Nokia
Komunikator, yang waktu itu sedang in.
Hal
yang membuat saya kaget, ia ternyata mantu dari seorang kyai besar di
Yogyakarta. Saya tahu persis karena kebetulan saya lama di Yogya. Pondok
pesantren mertuanya sering jadi tempat teman-teman saya di IAIN Sunan Kalijaga
untuk mondok. Tapi, tak ada penekanan khusus soal sang mertua, ketika saya
tanyakan namanya. Usai ngobrol panjang lebar, kesan yang terbawa dalam benak,
ia orang yang amat hati-hati.
Bisa
dikatakan, setiap yang keluar dari mulutnya selalu dipikir cermat. Sebagai
simpatisan Partai Demokrat dan SBY, pertemuan itu menjadi awal persahabatan
saya dan Anas lebih lanjut. Mungkin karena hasrat ingin terjun di dunia
politik, saya sempat meminta bantuan agar bisa masuk jadi anggota PD. Saya
ingat persis, Anas bilang akan meluangkan waktu untuk ngobrol lebih lanjut.
“Kebetulan
di tempat saya di Serua, Depok, PD masih belum begitu dikenal mas. Boleh mas
saya berkiprah,”kata saya.
Tapi,
seiring kesibukan Anas, apalagi setelah terpilih menjadi ketua umum PD, janjinya untuk ngobrol lebih lanjut dengan saya
terlupakan?Kecewa?Tidak juga. Saya sadar tak punya "gizi" untuk berpolitik. Saya
hanya punya misi, dan pikiran-pikiran soal itu lebih banyak saya tulis di rubrik
Forum Media Indonesia. Bahkan karena argumentasi tulisan saya kerap membela
kebijakan Presiden SBY, di kantor saya sering dikecam teman-teman. Saya tetap
kukuh dan bilang tak ada yang salah dengan tulisan itu.
Profil
Picture PD
Seiring semakin jarangnya saya say hello dengan Mas Anas, saya lantas
berkenalan pula dengan politisi PD yang lain, misalnya Didi Irawadi Syamsudin dan Max Sopacua. Memang tidak
hanya dari PD. Saya juga mengenal baik Tjahyo Kumolo dan Ganjar Pranowo dari
PDIP. Tapi kedekatan ideologis memaksa saya untuk lebih intens berkomunikasi
dengan kader PD, terutama Pak Didi. Bahkan dari beliau, saya mengcopy lambang PD
dengan nomor urut angka tujuh-nya.
Ada
pengalaman menarik, saat bendera PD saya pasang sebagai profil picture
Blacberry. Grace Natalie, mantan penyiar TVone, meledek sambil bercanda,”Wah,
pengurus PD nih,hehehe,”. Saya segera jelaskan, jika saya hanya simpatisan. “Sejak
2004 mba. Yah, sekedar untuk menunjukan, jika keteguhan seseorang terhadap
pilihannya, menunjukan bagaimana karakter orang itu,”kata saya.
Grace tertawa. Ini beberapa minggu sebelum
lembaganya mengeluarkan survey, yang memuat elektabilitas PD di angka 8 persen.
Elektabilitas inilah yang memicu Majelis Tinggi PD mengambil alih kewenangan
ketua umum Anas Urbaningrum, dan menjadi awal peristiwa politik berikutnya.
Sebenarnya
sebelum survey itu keluar, saya sudah berharap pada Pak Didi agar Anas mundur
dengan legowo. Pak Didi bilang terima kasih atas masukannya. Pertimbangan saya
sederhana saja. Anas sudah "dikalahkan" oleh opini publik, yang hampir selama
satu tahun lebih dibentuk oleh televisi-televisi yang anti PD. Teve biru dan
merah tak pernah ramah pada Anas,walau saya percaya ia tak terlibat Hambalang.
Saya yakin, seyakin-yakinnya, Anas orang bersih.
Ini
bukan taklid buta. Sejak kasus Wisma Atlet meledak, Nazaruddin sudah menuduhnya
sebagai dalang dari kasus itu. Tapi, tuduhan itu tak terbukti. Saat kasus
Hambalang diungkap dan Nazar kembali sekuat daya menyeret Anas, saya menganggap
itu hanya dendam politik. Pidato Anas ketika pengunduran diri sebagai Ketum PD, Sabtu (23/2/2013) sore itulah yang lebih saya percaya. Anas meyakini dirinya tidak bersalah. Bukan omongan Nazar
atau keputusan KPK yang beraroma politis.
Kesalahan
fatal Anas adalah mengajak Nazar bergabung ke PD. Grand design Nazar sudah
jelas, ingin menjadikan PD sebagai bungker dari permainan bisnis proyeknya di
berbagai kementerian. Untuk itu, Nazar tidak tanggung-tanggung. Ia menebar uang
pada siapa saja, ke mana saja, demi memuluskan akal bisnisnya. Kasus pertama Nazar adalah
tindak pemerkosaannya pada seorang SPG, usai rangkaian acara kongres PD di
Bandung. Dari sini, semakin ketahuan segala sepak terjang Nazar, sebelum ia
minggat dari Indonesia.
Suap,suap dan suap
Tabloid C&R pernah menjadikan Nazar sebagai cover, waktu kasus perkosaan
itu muncul. Anehnya, meski laporan sudah masuk ke polisi, tapi tak ada proses
lebih lanjut. Begitu pula korban perkosaan, yang tiba-tiba menghilang dan
enggan berbicara pada pers. Lebih mengejutkan lagi, tabloid C&R dengan
cover Nazar langsung ludes di beli orang-orang tak dikenal. Mereka datang pagi-pagi buta ke agen-agen, dan memborong berapapun stok tablod C&R. Peristiwa ini sempat memunculkan dugaan, ada
permainan uang yang sangat kuat, agar berita Nazar tidak beredar luas.
Tak
berselang lama, Nazar dilaporkan Mahfud MD ke SBY, karena telah memberi uang
pada sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) Jannedri M. Gaffar sebesar hampir Rp 900
juta. Dalam sebuah konfrontasi di Metro TV, dengan berapi-api Nazar bersumpah “Demi
Allah” tidak pernah memberi uang pada Jannedri. Sumpah serupa ia utarakan,
ketika Mindo Rossalina Manulang, anak buahnya, tertangkap tangan KPK saat menyuap Sesmenpora Wafid Muharram. “Nggak…saya nggak kenal Rossa. Demi Allah. Nggak ada
sangkut pautnya,”kata Nazar, enteng.
Nazar
memang akhirnya minggat ke Singapura, sebelum tertangkap di Cartagena, Kolombia.
Tapi jangan lupa, usai tertangkap, ia masih pula menuduh Busyro Muqqodas
(sekarang wakil ketua KPK) dan komisioner KPK waktu itu seperti M. Yassin dan
Chandra Hamzah menerima uang. Tuduhan yang hingga kini tak terbukti. Dalam
satu persidangan, Ketua Majelis Hakim sempat menegur keras Nazar, karena jika menyangkut
kasus dirinya, ia selalu mengaku lupa. Tapi kalau sudah menyinggung Anas
Urbaningrum, Nazar seperti hafal di luar kepala.
Kasus
Hambalang memang masih banyak menyimpan misteri. Saat Wisma Atlet, Berita Acara
Pemeriksaannya (BAP) beredar ke pers dan saya bisa baca. Di situ Nazar sempat
meminta tolong pada Rossa, bagaimana caranya mengetahui ponselnya telah
disadap. Ada pula percakapan-percakapan Rossa dan Angelina Sondakh, yang
menguatkan ketiga orang itulah sesungguhnya pemain utama kasus Wisma Atlet.
Saya
sempat menanyakan posisi Anas dalam kasus ini. Tapi Anas membantah terlibat.
Saat Hambalang menyeret Andi Mallarangeng, saya cukup mencermati penjelasan
pengacara Anas, Firman Wijaya, soal kepemilikan mobil Harrier. Saya percaya ini,
karena Anas bukanlah orang miskin. Minimal, ia memiliki mertua yang punya
kekuatan ekonomi lumayan bagus. Apalagi sepeninggal ia dari posisi PNS, Anas
dan istrinya aktif berbisnis, selain masuk jadi anggota PD. Tak heran, ia
berani ngomong untuk digantung di Monas, karena keyakinan kuat itu tumbuh dari fakta
yang Anas rasakan, lihat dan cermati!
Nabok
Nyilih Tangan?
Sebelum
Anas ditetapkan sebagai tersangka, berhari-hari saya sempat berfikir, kondisi
seperti ini nampaknya sudah melalui skenario yang cermat. Memang, saya tidak
mau berburuk sangka, dengan menanyakan apakah lembaga survey milik teman saya
itu jadi salah satu mata rantai dari seluruh kejadian ini. Tapi, sungguh aneh
Pak SBY baru bergerak, setelah survey itu keluar. Seolah-olah, hasil survey itu
jadi alat legitimasi kuat untuk mengambil alih kewenangan Anas.
Belum
lagi sprindik KPK yang bocor. Ada pula penandatanganan fakta integritas. Semua
sadar, hanya dengan status tersangka Anas bisa digusur. Bahasa Anas dalam
pidato pengunduran dirinya, sejak
kongres PD, ia seperti bayi yang tidak diharapkan lahir. Ada rumor, Pak SBY
memang sempat melarang Anas maju. Tapi Anas ngotot dan ‘menyuruh’ SBY untuk menanyakan
pada floor. Karena tak mau dicap tidak demokratis, Anas akhirnya dibiarkan
bertarung.
Tafsir
lebih jelas mungkin bisa diliat dari status BB Anas, usai ia ditetapkan sebagai
tersangka. Anas menulis “Nabok nyilih tangan”. Ini peribahasa Jawa, yang
menggambarkan seseorang yang menabok pihak lain, tapi pinjam tangan. Sang
penabok tak ingin dituduh menjadi pelakunya. Lantas, siapa penabok dalam kasus
Anas? Apa motivasinya? Saya berharap, sejarah nanti yang akan membukanya. Benarkah KPK independent, ataukah ada
kekuatan besar yang menekan KPK untuk secepatnya "menghabisi" karir Anas.
Tak
seperti Nazaruddin yang dipenuhi dendam kesumat, Anas mengaku tidak marah dan
membenci pihak lain. Tidak dipungkiri, jam terbang sebagai politisi membuat
Anas lebih tahan banting dan arif. “Ini bukan akhir segalanya. Ini justru awal
dari halaman-halaman berikutnya, yang akan kita baca,”kata Anas. Dalam politik,
semua bisa terjadi. Seperti kata Akbar Tanjung,”Dalam kehidupan, kita sekali
dibunuh, mati. Tapi dalam politik, dibunuh beberapa kali anda masih bisa
bangkit,”.
Proses
hukum akan membuka semuanya. Anas akan mencari keadilan, karena ia percaya
kebenaran dan keadilan lebih tinggi pangkatnya dari fitnah dan rekayasa. Atau
seperti kata Allah,”Wamakaru wamakarolloha, Wallohukhoirulmakiirin” (mereka
berlomba-lomba membuat tipu daya, tapi Allah sesungguhnya maha pembuat tipu daya). Dalam perspektif religi, singkatnya, saat anda difitnah dan direndahkan, maka pada saat yang sama Allah sedang menaikkan
derajat anda. Kita lihat saja babak berikutnya kasus Anas.Wallahua’alm Bishawab.
Sebuah renungan:
ReplyDeleteBIARKAN MEREKA BEKERJA UNTUKMU
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku…,
Ketika pekerjaan kita diserobot oleh keserakahan orang lain,
Ketika jabatan kita dirampas oleh ambisi orang lain,
Ketika harta kita dicuri oleh ketamakan* orang lain,
Ketika masa depan kita melayang oleh kerakusan orang lain,
Dan ketika hak-hak kita yang lainnya terenggut oleh keserakahan orang lain,
Maka jika kita mempunyai kemampuan untuk memberantas semua kemungkaran / kekejian / ketidakadilan / keserakahan / kedholiman ini, kita harus lakukan semaksimal mungkin.
”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).
Namun jika kebetulan kita berada pada pihak yang lemah, sehingga kita tidak bisa berbuat banyak dalam menghadapi situasi yang demikian sulit ini, maka kita tidak perlu berkecil hati. Karena sesungguhnya, Allah adalah Tuhan Yang Maha Adil.
”Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan) ...” (QS. Asy Syuura. 17).
Dan cepat atau lambat, Allah pasti akan menunjukkan keadilan-Nya. Karena sesungguhnya janji-janji Allah adalah “pasti”. Dan Allah lebih mengetahui kapan saat yang tepat untuk melaksanakan janji-janji-Nya.
"... Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? ...” (QS. At Taubah. 111).
Lebih dari itu, seharusnya kita tidak perlu terlalu bersedih hati. Santai saja wahai Saudaraku…, biarkan saja mereka bekerja untukmu...!!!
Karena ketika seseorang telah menyerobot pekerjaan kita dengan cara yang tidak halal, maka pada hakekatnya orang tersebut hanyalah ”meminjam” pekerjaan kita. Dan selama dia ”meminjam” pekerjaan kita, sesungguhnya tanpa dia sadari, dia telah bekerja untuk kita. Karena hak-hak yang melekat pada pekerjaan tersebut tetaplah menjadi hak kita dan pada suatu saat, dia tetap harus mengembalikan pekerjaan yang dipinjamnya beserta hak-hak yang ada di dalamnya.
(Lanjutan):
ReplyDeleteRasulullah SAW. bersabda:
لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan dari dirinya.” (HR. Abu Dawud).
Jika dia tidak bersedia untuk mengembalikannya ketika masih hidup di dunia ini (atau minta dihalalkan), maka kelak di akhirat nanti dia tetap harus mengembalikannya. Karena pada hakekatnya dia tetap tidak pernah berhak untuk memilikinya.
Rasulullah SAW. bersabda:
مَنْ كَانَ عِنْدَهُ لِأَخِيْهِ مَظْلَمَةٌ فَلْيَتَحَلَّلْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنَ دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا. إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْ حَسَناَتِهِ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٍ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“Siapa yang memiliki kezaliman terhadap saudaranya, hendaklah ia meminta kehalalan saudaranya tersebut pada hari ini, sebelum datang suatu hari saat tidak berlaku lagi dinar dan tidak pula dirham. Jika ia memiliki amal saleh, akan diambil dari kebaikannya sesuai dengan kadar kezaliman yang diperbuatnya lalu diserahkan kepada orang yang dizaliminya. Apabila ia tidak memiliki kebaikan, akan diambil kejelekan saudaranya yang dizaliminya lalu dibebankan kepadanya.” (HR. al-Bukhari)
Saudaraku…,
Hal yang sama juga terjadi ketika seseorang telah merampas jabatan kita, hanya karena memenuhi ambisi jahiliyahnya (ambisinya yang membabi buta). Maka pada hakekatnya orang tersebut hanyalah ”meminjam” jabatan kita. Dan selama dia ”meminjam” jabatan kita, sesungguhnya tanpa dia sadari, dia telah bekerja untuk kita. Karena hak-hak yang melekat pada jabatan tersebut tetaplah menjadi hak kita. Dan pada suatu saat, dia tetap harus mengembalikan jabatan yang dipinjamnya beserta hak-hak yang ada di dalamnya.
Jika dia tidak bersedia untuk mengembalikannya ketika masih hidup di dunia ini (atau minta dihalalkan), maka kelak di akhirat nanti dia tetap harus mengembalikannya. Karena pada hakekatnya dia tetap tidak pernah berhak untuk memilikinya.
Demikian juga halnya ketika seseorang telah mencuri harta kita (sepeda motor, mobil, HP, komputer, dll), karena didorong oleh ketamakannya. Maka pada hakekatnya orang tersebut hanyalah ”meminjam” harta kita. Dan selama dia ”meminjam” harta kita, apalagi jika sampai digunakan sebagai “modal” untuk bekerja dan / mencari uang, maka tanpa dia sadari, sesungguhnya dia juga telah bekerja untuk kita. Karena harta kita tersebut beserta hak-hak yang melekat padanya, tetaplah menjadi hak kita. Dan pada suatu saat, dia tetap harus mengembalikan harta yang dipinjamnya beserta hak-hak yang melekat padanya. Demikian seterusnya…!!!
”Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al A’raaf. 33).
Semoga bermanfaat!
NB.
*) Tamak adalah ketergantungan hati kita terhadap apa yang ada di tangan orang lain.
http://imronkuswandi.blogspot.com/2010/10/biarkan-mereka-bekerja-untukmu.html
terima kasih komentarnya pak Imron...
ReplyDelete