Berita
sedih itu sudah beredar sejak Juni 2010. Benny Panjaitan, vokalis Panbers jatuh
sakit. Berita ini memang hanya muncul di kolom-kolom kecil media massa. Baru
setelah Benny tak kunjung sembuh, dan didiagnosis mengidap stroke, para musisi
lain mencoba berempati. Maklumlah. Biaya pengobatan Benny sudah menipis.
Tahun
2012 Benny dan sahabatnya menggelar konser amal. Acara penggalangan dana bertajuk Love for Benny Panjaitan di adakan
di Hotel Sultan, Jakarta. Di acara ini, Benny juga melelang sejumlah barang
pribadinya. Termasuk gitar kesayangannya yang menjadi saksi sejarah perjalanan
kariernya. Dengan gitar tersebut, ia menciptakan lagu Air Cinta.
Benny,
tentu saja bukan musisi sembarangan. Nama besar Panbers, tak lepas dari
kontribusinya sebagai vokalis yang punya karakter. Dengan sikap kerasnya Benny
juga banyak mewarnai arah jalan Panbers, hingga menjadi kelompok musik yang
disegani. Maka saat Benny sakit, menjadi menarik untuk menengok kembali grup
band Panbers, dengan segala sepak terjang dan cerita menarik di sekitarnya.
Awalnya
Band Bocah
Kelahiran
Panbers melewati proses yang panjang. Bermula dari kota
Palembang tahun 60-an, lahir band bocah bernama Tumba Band. Nama ini diambil
dari bahasa Batak yang artinya 'irama menari'. Band ini dimotori Benny Panjaitan
bersama beberapa saudaranya. Karena tugas sebagai bankir, keluarga Panjaitan lantas
pindah ke Surabaya pada 1966 dan aktivitas bermusik band bocah ini tetap
berlanjut di kota Pahlawan itu sampai akhir 1969.
Dalam hal hobi musik
anak-anaknya, JMM Panjaitan yang juga
dirut Bank Rakyat Indonesia (BRI) sejatinya kurang mendukung secara finansial. Panjaitan
lebih suka jika anaknya menjadi dokter atau insinyur. ''Ayah agak diktator,
tapi beliau akhirnya memberikan dorongan. Kalau mau hidup dengan musik, kalian harus
bisa mencari uang sendiri dari musik, karena ayah tahu bahwa musik itu
menjanjikan,'' kenang Benny tentang sosok ayahnya.
Nama Panbers sendiri
diputuskan lewat proses diskusi seru. Pada awalnya mereka sempat ragu
menggunakan nama tersebut yang seperti kebarat-baratan. Karena pengaruh dan
desakan sanak famili, mereka mengadopsi dari grup band yang menggunakan 'S' di
belakang namanya, seumpama Kus Brothers, The Beatles, The Rolling Stones, dan
The Bee Gees. ''Maka lahirlah Panbers, artinya kakak-beradik keluarga Panjaitan,''
ungkap Benny.
Dengan
mengibarkan bendera Panbers, mereka merintis karier di ibukota.Mulai dari
mengisi acara-acara hiburan di pesta sekolah dan pesta anak muda yang kala itu
dikenal dengan 'pesta dayak'. Dengan modal tekad yang bulat serta perjuangan
yang gigih mereka mencoba mencipta lagu dan membawakannya di pesta-pesta masa
itu.
Kelompok ini kali pertama muncul di Istora Senayan tahun 1970. Mereka sudah
membawakan lagunya sendiri. Saat itu, mereka mentas bareng dengan Koes
Bersaudara dan D’lloyd . Usai dari situ, mereka juga kerap muncul di TVRI,
satu-satunya siaran televisi yang ada di Indonesia
era itu. Panbers membuat lagu sendiri, seperti “Bye-Bye”, “Jakarta City Sound”,
“Akhir Cinta”, “Hanya Semusim Bunga” dan “Hanya Padamu”.
Sejak kemunculannya di TVRI pada 1972, Panbers mulai menerima penghargaan
sebagai band yang cukup digandrungi. Tahun 1975, Panbers
menerima
piringan emas untuk lagu “Bebaskan” yang digemari di tahun 1974
sampai 1975 dalam Angket Musik Indonesia.
Tahun 1976
menerima piala khusus dari Bank Tabungan Negara. Hampir setiap tahunnya,
Panbers memperoleh Angket Musik Indonesia Puspen Hankam. Antara lain dengan
lagu; “Terlambat Sudah”tahun 1976, “Perantau” tahun 1977, dan lagu
“Merana” tahun 1978.
Darah daging Panbers memang di jalur
musik. Ayahnya mengenalkan alat musik, walau niatnya untuk hiburan semata. Mereka
punya gitar, drum dan keyboard. Mentas di sekolah-sekolah dan acara-acara
perkawinan akhirnya menjadi biasa. Atau kadang kala, ada undangan dari
perusahaan. Semua itu semakin mengasah kepiawaian kakak-adik itu bermain musik.
Jika kemudian mereka menjadi grup yang mumpuni dan dikenal luas, semua hanya
menunggu waktu!
Borong
Alat Musik.
Tahun 1971, Panbers membeli seperangkat alat musik milik
Dara Puspita. Kelompok ini baru tiba dari konsernya di Jerman dengan memboyong
alat musik bermerek ‘Marchell’. Benny langsung tertarik membelinya. Harganya Rp 10
juta. Uang sebanyak itu sudah bisa beli banyak rumah di zaman itu. Tapi demi
profesionalitas, Panbers nekad membelanjakannya untuk membeli alat musik.
Sekedar diketahui, Dara Puspita sendiri didirikan tahun 1964 di Surabaya, Jawa Timur. Semua
personelnya perempuan. Mereka
adalah Titiek Adji Rachman (gitar melodi), Lies
Soetisnowati Adji Rachman (bas), Susi Nander (drum), Ani Kusuma (gitar), dan
Titiek Hamzah (vokalis). Kelompok ini akhirnya bubar pada tahun 1971 ketika
berada di Belanda setelah tiga tahun menampaki konsernya ke negara-negara
Eropa. Saat bubar itulah, alat musiknya
dibeli Panbers.
Dengan alat musik baru itu, Panbers semakin sering tampil di TVRI. Ini membuat Digita Mimi “naksir” untuk memboyong
Panbers ke dunia rekaman. Mimi adalah Manajer perusahaan piringan hitam
berbendera Dimita Molding Industries. Dia juga yang melambungkan nama Koes Bersaudara, Dara Puspita, dan Rasela.
Studio Dimita berada di Jalan Bandengan Selatan, Jakarta Kota, tak jauh dari lintasan rel kereta api. Panbers punya kenangan sendiri
dengan studio rekaman itu. Berhenti rekaman saat kereta melintas dan berburu
binatang jangkrik saat rekaman malam,
adalah diantaranya.
Saat rekaman album perdana Panbers di malam hari, suara jangkrik terdengar keras. Maklum saja, studio jaman dulu tidak
dilengkapi fasilitas yang memadai. Semua sarana serba seadanya. Suara jangkrik, kadang ikut masuk ke
dalam kaset. “Saya sampai ikutan cari jangkrik supaya nggak bunyi lagi,” tutur
Benny. Kalau rekaman siang,
pas ada kereta lewat, langsung berhenti nyanyi. Menunggu kereta
melintas dulu.
Panbers tidak hanya rekaman di Dimita. Tahun 1974, PT Remaco akhirnya
mengaet untuk merekamnya. Di sini, mereka membuat lagu-lagu natal. Tahun 1977,
Panbers hijrah rekaman ke PT. Irama Tara dan tahun 1981 digaet oleh PT U.R
Record. Dengan perjalanan karir setua itu,
hampir 700 lagu telah diciptakan Panbers. Lagu andalan yang menjadi pamungkas pentas judulnya ‘Akhir Cinta’ dan ‘Gereja Tua’.
Jadi
Band Pembuka
Lagu
“Akhir Cinta” adalah lagu wajib Panbers, yang selalu menjadi penutup
konser-konser mereka hingga kini. Lagu ini diciptakan Benny di kediaman
keluarga Panjaitan di Hang Tuah, Jakarta Selatan. Tepatnya di hari Selasa, sore
hari tahun 1970. Ini lagu pertama
Panbers. Kata Benny, saat itu banyak cerita dari teman-temannya yang sedang
putus cinta. Benny spontan terinpirasi untuk membuat lagu.
Dengan lagu “Akhir Cinta” inilah, Panbers menjadi band pembuka kelompok
asal Inggris, Bee Gees,saat konser di Istora Senayan, Jakarta. Konser berjalan
lancar. Lagu “Akhir Cinta” dan grup Panbers semakin melegenda. Gebrakan Panbers juga terlihat, saat tahun 2007 lagu berjudul ‘’Kami Cinta Perdamaian” yang
diciptakan tahun 1971, akhirnya menjadi lagu favorit untuk membawakan obor
perdamaian bersama kelompok relawan lainnya ke Italia dan Amerika.
Kelompok
Panbers memang tak lagi murni berasal dari keluarga Panjaitan. Tahun 1995 kedukaan melanda keluarga Panbers. Hans meninggal dunia akibat serangan
jantung. Posisi Hans digantikan Maxi Pandelaki yang memainkan Bas dan kemudian
direkrut juga Hans Noya, gitar. Juga merekrut Hendri Lamiri untuk memainkan
Biola. Ia mantan kelompok Arwana.
Maxi sudah mengenal Panbers sejak lama. Ia bertetangga
dengan kelompok
ini saat tinggal di kawasan Hang Tuah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Maxi
kerap ikut main musik di rumah Panbers walaupun hanya sebagai additional player . Ia kali pertama ikut konser Panbers pada bulan Desember tahun 1979 di Manado, Sulawesi
Utara. Satu hal yang membuat Panbers terus
kompak adalah keterbukaan soal uang. Mereka saling mempercayai dan tidak
terlalu memusingkan hal-hal kecil. Segala persoalan didiskusikan bersama.
Untuk
semakin mengeratkan persaudaraan, keluarga Panbers juga tinggal di sebuah komplek tersendiri. Warga sekitar menjuluki rumah yang terletak di Jalan
Hamka, Ciledug, Tangerang itu rumah Panbers. Di atas tanah seluas satu hektare itu, ada tiga bangunan yang berdiri di sana. Rumah induk yang terletak di sebelah paling kanan
ditinggali ibu Panjaitan bersaudara bersama anak-anak almarhum Hans.
Sementara Benny menempati rumah di sebelah kiri, berdampingan dengan rumah Sido
yang terletak di sudut kiri.
Tetap
Eksis
Kelompok
musik yang masih eksis ini sekarang terdiri dari
Benny Panjaitan (vokal,gitar), Doan Panjaitan (vokal,kibor,bas), Asido
Panjaitan (vokal,drum), Maxie Pandelaki (vokal,bas, kibor), Hans Noya
(vokal,gitar) dan Hendry Lamiri (biola). Panbers menjadi salah satu band
tertua, selain D’lloyd (1969), The Rythm Kings (1967), Bimbo (1967), AKA (1967),
The Rollies (1967), Band 4 Nada (1966), The Mercys (1965), Koes Bersaudara
(1960), dan The Tielman Brothers (1945).
Saat ini album-album
Panbers masuk catatan sebagai album yang sukses besar dalam menembus pasaran
pop Indonesia. Tak hanya itu, Panbers juga dikenal sebagai band penerobos lagu
dangdut populer, seperti Nasib Cintaku dan Musafir. Lagu itu mampu menerobos segmen dangdut dan bersaing dengan lagu Begadang milik Rhoma Irama.
Selama
berkarier puluhan tahun, Panbers sudah menghasilkan penghargaan tertinggi di
bidang musik berupa, dua belas Golden Record dan satu Silver Record, serta
puluhan trofi dan penghargaan lainnya. Mereka juga mempunyai pengalaman manggung di 350 kota besar-kecil dalam rangka real show. Bahkan, daerah
terpencil di perbatasan Filipina-Manado maupun perbatasan Maluku Tenggara-Irian
Jaya (Papua), Pedalaman Buntok (Kalteng), Tantena dan Luwuk dan beberapa
negara, seperti Amerika, Jerusalem, Singapura, Malaysia dan Hong Kong sudah
dikunjunginya.
Grup
legendaris ini seakan mengukuhkan kelebihan Benny Panjaitan sebagai seorang
komposer dengan seabrek gagasan dan rasa
yang hebat. Hal ini sudah dibuktikannya dalam perjalanan album solo maupun
duetnya bersama Indah Permatasari, Deddy Dores, Atiek CB, dan Band Tuna Netra
yang di asuhnya. Tak cukup sampai di situ, Panbers juga unjuk gigi merilis
album yang diberi titel Menuju Era Ke-4 plus; album seri kolektor
yang betul-betul orisinal. Panbers memang fenomenal. Ariful Hakim/bbs
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan anda!