Daftar Isi

Friday, October 26, 2012

Legenda Panbers

Berita sedih itu sudah beredar sejak Juni 2010. Benny Panjaitan, vokalis Panbers jatuh sakit. Berita ini memang hanya muncul di kolom-kolom kecil media massa. Baru setelah Benny tak kunjung sembuh, dan didiagnosis mengidap stroke, para musisi lain mencoba berempati. Maklumlah. Biaya pengobatan Benny sudah menipis.

Tahun 2012 Benny dan sahabatnya menggelar konser amal. Acara penggalangan dana bertajuk Love for Benny Panjaitan di adakan di Hotel Sultan, Jakarta. Di acara ini, Benny juga melelang sejumlah barang pribadinya. Termasuk gitar kesayangannya yang menjadi saksi sejarah perjalanan kariernya. Dengan gitar tersebut, ia menciptakan lagu Air Cinta.

Benny, tentu saja bukan musisi sembarangan. Nama besar Panbers, tak lepas dari kontribusinya sebagai vokalis yang punya karakter. Dengan sikap kerasnya Benny juga banyak mewarnai arah jalan Panbers, hingga menjadi kelompok musik yang disegani. Maka saat Benny sakit, menjadi menarik untuk menengok kembali grup band Panbers, dengan segala sepak terjang dan cerita menarik di sekitarnya.

Awalnya Band Bocah
Kelahiran Panbers melewati proses yang panjang. Bermula dari kota Palembang tahun 60-an, lahir band bocah bernama Tumba Band. Nama ini diambil dari bahasa Batak yang artinya 'irama menari'. Band ini dimotori Benny Panjaitan bersama beberapa saudaranya. Karena tugas sebagai bankir, keluarga Panjaitan lantas pindah ke Surabaya pada 1966 dan aktivitas bermusik band bocah ini tetap berlanjut di kota Pahlawan itu sampai akhir 1969.

Dalam hal hobi musik anak-anaknya, JMM Panjaitan  yang juga dirut Bank Rakyat Indonesia (BRI) sejatinya kurang mendukung secara finansial. Panjaitan lebih suka jika anaknya menjadi dokter atau insinyur. ''Ayah agak diktator, tapi beliau akhirnya memberikan dorongan. Kalau mau hidup dengan musik, kalian harus bisa mencari uang sendiri dari musik, karena ayah tahu bahwa musik itu menjanjikan,'' kenang Benny tentang sosok ayahnya.

Nama Panbers sendiri diputuskan lewat proses diskusi seru. Pada awalnya mereka sempat ragu menggunakan nama tersebut yang seperti kebarat-baratan. Karena pengaruh dan desakan sanak famili, mereka mengadopsi dari grup band yang menggunakan 'S' di belakang namanya, seumpama Kus Brothers, The Beatles, The Rolling Stones, dan The Bee Gees. ''Maka lahirlah Panbers, artinya kakak-beradik keluarga Panjaitan,'' ungkap Benny.

Dengan mengibarkan bendera Panbers, mereka merintis karier di ibukota.Mulai dari mengisi acara-acara hiburan di pesta sekolah dan pesta anak muda yang kala itu dikenal dengan 'pesta dayak'. Dengan modal tekad yang bulat serta perjuangan yang gigih mereka mencoba mencipta lagu dan membawakannya di pesta-pesta masa itu.

Kelompok ini kali pertama muncul di Istora Senayan tahun 1970. Mereka sudah membawakan lagunya sendiri. Saat itu, mereka mentas bareng dengan Koes Bersaudara dan D’lloyd . Usai dari situ, mereka juga kerap muncul di TVRI, satu-satunya siaran televisi yang ada di Indonesia era itu. Panbers membuat lagu sendiri, seperti “Bye-Bye”, “Jakarta City Sound”, “Akhir Cinta”, “Hanya Semusim Bunga” dan “Hanya Padamu”.

Sejak kemunculannya di TVRI pada 1972, Panbers mulai menerima penghargaan sebagai band yang cukup digandrungi. Tahun 1975, Panbers menerima piringan emas untuk lagu “Bebaskan” yang digemari di tahun 1974 sampai 1975 dalam Angket Musik Indonesia. Tahun 1976 menerima piala khusus dari Bank Tabungan Negara. Hampir setiap tahunnya, Panbers memperoleh Angket Musik Indonesia Puspen Hankam. Antara lain dengan lagu; “Terlambat Sudah”tahun 1976, “Perantau” tahun 1977, dan lagu “Merana” tahun 1978.

Darah daging Panbers memang di jalur musik. Ayahnya mengenalkan alat musik, walau niatnya untuk hiburan semata. Mereka punya gitar, drum dan keyboard. Mentas di sekolah-sekolah dan acara-acara perkawinan akhirnya menjadi biasa. Atau kadang kala, ada undangan dari perusahaan. Semua itu semakin mengasah kepiawaian kakak-adik itu bermain musik. Jika kemudian mereka menjadi grup yang mumpuni dan dikenal luas, semua hanya menunggu waktu!

Borong Alat Musik.
Tahun 1971, Panbers membeli seperangkat alat musik milik Dara Puspita. Kelompok ini baru tiba dari konsernya di Jerman dengan memboyong alat musik bermerek ‘Marchell’. Benny langsung tertarik membelinya. Harganya Rp 10 juta. Uang sebanyak itu sudah bisa beli banyak rumah di zaman itu. Tapi demi profesionalitas, Panbers nekad membelanjakannya untuk membeli alat musik.

Sekedar diketahui, Dara Puspita sendiri didirikan tahun 1964 di Surabaya, Jawa Timur. Semua personelnya perempuan. Mereka adalah  Titiek Adji Rachman (gitar melodi), Lies Soetisnowati Adji Rachman (bas), Susi Nander (drum), Ani Kusuma (gitar), dan Titiek Hamzah (vokalis). Kelompok ini akhirnya bubar pada tahun 1971 ketika berada di Belanda setelah tiga tahun menampaki konsernya ke negara-negara Eropa. Saat bubar itulah, alat musiknya dibeli Panbers.

Dengan alat musik baru itu, Panbers semakin sering tampil di TVRI. Ini membuat Digita Mimi “naksir” untuk memboyong Panbers ke dunia rekaman. Mimi adalah Manajer perusahaan piringan hitam berbendera Dimita Molding Industries. Dia juga yang melambungkan nama Koes Bersaudara, Dara Puspita, dan Rasela.

Studio Dimita berada di Jalan Bandengan Selatan, Jakarta Kota, tak jauh dari lintasan rel kereta api. Panbers punya kenangan sendiri dengan studio rekaman itu. Berhenti rekaman saat kereta melintas dan berburu binatang jangkrik saat rekaman malam, adalah diantaranya.

Saat rekaman album perdana Panbers di malam hari, suara jangkrik terdengar keras. Maklum saja, studio jaman dulu tidak dilengkapi fasilitas yang memadai. Semua sarana serba seadanya. Suara jangkrik, kadang ikut masuk ke dalam kaset. “Saya sampai ikutan cari jangkrik supaya nggak bunyi lagi,” tutur Benny. Kalau rekaman siang, pas ada kereta lewat, langsung berhenti nyanyi. Menunggu kereta melintas dulu.

Panbers tidak hanya rekaman di Dimita. Tahun 1974, PT Remaco akhirnya mengaet untuk merekamnya. Di sini, mereka membuat lagu-lagu natal. Tahun 1977, Panbers hijrah rekaman ke PT. Irama Tara dan tahun 1981 digaet oleh PT U.R Record. Dengan perjalanan karir setua itu, hampir 700 lagu telah diciptakan Panbers. Lagu andalan yang menjadi pamungkas pentas judulnya ‘Akhir Cinta’ dan ‘Gereja Tua’.

Jadi Band Pembuka
Lagu “Akhir Cinta” adalah lagu wajib Panbers, yang selalu menjadi penutup konser-konser mereka hingga kini. Lagu ini diciptakan Benny di kediaman keluarga Panjaitan di Hang Tuah, Jakarta Selatan. Tepatnya di hari Selasa, sore hari tahun 1970. Ini lagu pertama Panbers. Kata Benny, saat itu banyak cerita dari teman-temannya yang sedang putus cinta. Benny spontan terinpirasi untuk membuat lagu.

Dengan lagu “Akhir Cinta” inilah, Panbers menjadi band pembuka kelompok asal Inggris, Bee Gees,saat konser di Istora Senayan, Jakarta.  Konser berjalan lancar. Lagu “Akhir Cinta” dan grup Panbers semakin melegenda.   Gebrakan Panbers juga terlihat, saat tahun 2007 lagu berjudul ‘’Kami Cinta Perdamaian” yang diciptakan tahun 1971, akhirnya menjadi lagu favorit untuk membawakan obor perdamaian bersama kelompok relawan lainnya ke Italia dan Amerika.

Kelompok Panbers memang tak lagi murni berasal dari keluarga Panjaitan. Tahun 1995 kedukaan melanda keluarga Panbers. Hans meninggal dunia akibat serangan jantung. Posisi Hans digantikan Maxi Pandelaki yang memainkan Bas dan kemudian direkrut juga Hans Noya, gitar. Juga merekrut Hendri Lamiri untuk memainkan Biola. Ia mantan kelompok Arwana.

Maxi sudah mengenal Panbers sejak lama. Ia bertetangga dengan kelompok ini saat tinggal di kawasan Hang Tuah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Maxi kerap ikut main musik di rumah Panbers walaupun hanya sebagai additional player . Ia kali pertama ikut konser Panbers pada bulan Desember tahun 1979 di Manado, Sulawesi Utara. Satu hal yang membuat Panbers terus kompak adalah keterbukaan soal uang. Mereka saling mempercayai dan tidak terlalu memusingkan hal-hal kecil. Segala persoalan didiskusikan bersama.

Untuk semakin mengeratkan persaudaraan, keluarga Panbers juga tinggal  di sebuah komplek tersendiri. Warga sekitar menjuluki rumah yang terletak di Jalan Hamka, Ciledug, Tangerang itu rumah Panbers. Di atas tanah seluas satu hektare itu, ada tiga bangunan yang berdiri di sana. Rumah induk yang terletak di sebelah paling kanan ditinggali ibu Panjaitan bersaudara bersama anak-anak almarhum Hans. Sementara Benny menempati rumah di sebelah kiri, berdampingan dengan rumah Sido yang terletak di sudut kiri.

Tetap Eksis
Kelompok musik yang masih eksis ini sekarang terdiri dari Benny Panjaitan (vokal,gitar), Doan Panjaitan (vokal,kibor,bas), Asido Panjaitan (vokal,drum), Maxie Pandelaki (vokal,bas, kibor), Hans Noya (vokal,gitar) dan Hendry Lamiri (biola). Panbers menjadi salah satu band tertua, selain D’lloyd (1969), The Rythm Kings (1967), Bimbo (1967), AKA (1967), The Rollies (1967), Band 4 Nada (1966), The Mercys (1965), Koes Bersaudara (1960), dan The Tielman Brothers (1945).

Saat ini album-album Panbers masuk catatan sebagai album yang sukses besar dalam menembus pasaran pop Indonesia. Tak hanya itu, Panbers juga dikenal sebagai band penerobos lagu dangdut populer, seperti Nasib Cintaku dan Musafir. Lagu itu mampu menerobos segmen dangdut dan bersaing dengan lagu Begadang milik Rhoma Irama.

Selama berkarier puluhan tahun, Panbers sudah menghasilkan penghargaan tertinggi di bidang musik berupa, dua belas Golden Record dan satu Silver Record, serta puluhan trofi dan penghargaan lainnya. Mereka juga mempunyai pengalaman manggung di 350 kota besar-kecil dalam rangka real show. Bahkan, daerah terpencil di perbatasan Filipina-Manado maupun perbatasan Maluku Tenggara-Irian Jaya (Papua), Pedalaman Buntok (Kalteng), Tantena dan Luwuk dan beberapa negara, seperti Amerika, Jerusalem, Singapura, Malaysia dan Hong Kong sudah dikunjunginya.

Grup legendaris ini seakan mengukuhkan kelebihan Benny Panjaitan sebagai seorang komposer dengan seabrek gagasan dan rasa yang hebat. Hal ini sudah dibuktikannya dalam perjalanan album solo maupun duetnya bersama Indah Permatasari, Deddy Dores, Atiek CB, dan Band Tuna Netra yang di asuhnya. Tak cukup sampai di situ, Panbers juga unjuk gigi merilis album yang diberi titel Menuju Era Ke-4 plus; album seri kolektor yang betul-betul orisinal. Panbers memang fenomenal. Ariful Hakim/bbs

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda!