Daftar Isi

Monday, March 4, 2013

Sorry, Mas Roy Suryo....

Bagaimana perasaan anda, ketika sebuah pesan singkat masuk, terus tak ada nama karena nomornya belum tersimpan di phone book? Barangkali reaksinya tak beda jauh dengan saya. Penasaran, dan kemudian mengirim pertanyaan balik  ke nomor itu. Inilah yang terjadi, tak berapa lama setelah Roy Suryo dilantik Presiden SBY sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (menpora). Kalau tidak keliru, Mas Roy –begitu biasa saya memanggil Roy Suryo - diambil sumpahnya 15 Januari 2013.

“Maaf, dari siapa nih?”tulis saya, karena penasaran. SMS  saya itu tak mendapat jawaban.


Isi pesan singkat yang saya terima sebetulnya sederhana. Saya disuruh menghubungi staf Kemenpora, Ibu Yuli, jika tertarik mengangkat menpora  yang sedang beraksi melakukan Rappeling alias turun dari dinding gedung menggunakan tali. Saya berfikir, ini pasti dari stafnya Mas Roy. Namun, karena tak ada balasan, moment itu akhirnya saya biarkan berlalu. Buat apa ditulis kalau yang memberi info tak juga mau membuka jati diri,hehehe.

Saya sadar, sejak ponsel saya hilang, banyak nomor penting yang juga ikut lenyap. Tak heran, beberapa minggu kemudian, ketika saya butuh informasi lagi dari Mas Roy, saya minta nomornya pada seorang teman. Nomor itu saya simpan kembali. Aman. Malamnya saya kirim pesan pendek. Paginya, Mas Roy membalas.

“Maaf, telat balasnya Mas Arif. Silahkan hubungi bapak Bondan (nama samaran). Nanti dia yang ngurus ya.Terima kasih,”kata Mas Roy, eh, pak menteri.

Ini yang membuat saya salut. Setelah jadi menteri, sikap Mas Roy tak berubah. Ia tetap menyempatkan diri membalas SMS. Sikap ini jauh berbeda dengan Andi Mallarangeng,misalnya, koleganya yang juga bekas menpora. Kalau Andi lain ceritanya. Pernah saya begitu membutuhkan statemen dia. Tapi berkali-kali ditelepon, direject. Di SMS tak pernah dibalas. Ini bukan cuma sekali. Tapi seperti sudah jadi tradisi.

Saya bahkan sudah sampai pada tahap malas, kalau harus berurusan dengan Andi Mallarangeng. Rasanya penyebutan nama dan media tak mempan. Saking kesalnya, saya berharap Andi jangan jadi presiden. Sama dengan harapan saya, ketika ditipu seorang penyanyi terkenal supaya segera surut karirnya (maaf, kasar banget ya?). Tak lama, penyanyi itu kena stroke dan meninggal dunia.

Apakah benar do’a orang teraniaya itu makbul?Wallahualam bisshowab. Tapi sekali lagi saya sangat respek dengan Mas Roy. Tawa dan gayanya juga tak berubah jaim, setelah jadi menteri. Saya lihat di televisi, dia masih tetap dengan tawanya yang khas. Panjang berderai, tidak mesam mesem seperti Rhoma Irama. Tawa itulah yang selalu terdengar, jika kita bertemu di lapangan, dan menggodanya. Mas Roy tak pernah terlihat mriyayini, walau ia punya darah biru sebagai kerabat keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Sikapnya yang ngewongke orang, juga terlihat jelas manakala ia banyak dihujat dan caci maki, waktu terpilih jadi menpora. Dibilang tidak pantaslah. Tak punya skill. Cocoknya jadi tukang intip film bugil, dan lain-lain yang sangat menyakitkan. Apa tanggapan Mas Roy?”Semua hujatan itu saya baca dan saya terima. Jujur, saya memang tidak kompeten dibidang ini. Tapi saya akan belajar dan bekerja keras mengurus Kemenpora,”ujarnya. Luar biasa. Jawaban yang menunjukan sikap andap asor-nya yang elegan.
Roy Suryo usai dilantik


Usai Mas Roy mengirim jawaban SMS saya, besoknya stafnya menelepon. Dia bilang masih di Solo, Jawa Tengah, karena saat itu hari Minggu. Saya akan segera dikirim foto dan rilis hari Senen, setelah berada di Jakarta. Saya sendiri akhirnya tidak jadi mengejar janji itu, karena ternyata ada keputusan mendadak. Tulisan tentang Mas Roy tidak bisa dimuat. Secara kebetulan, stafnya tidak mengirim rilis dan foto ke email saya. Alhamdulilah…

Yang jelas, nomor Mas Roy dan stafnya saya simpan di ponsel Samsung. Selain Blackberry, kebetulan ada juga ponsel Nokia, yang saya pakai untuk menyimpan nomor penting. Nah, di Nokia itulah SMS tanpa nama yang pernah menghampiri masih saya simpan. Iseng-iseng, nomor Mas Roy di ponsel Samsung saya coba simpan juga di ponsel Nokia, untuk jaga-jaga. Siapa tahu salah satunya hilang.

Hal mengejutkan terjadi, kala saya mengecek SMS di ponsel Nokia, setelah nama Mas Roy saya masukan. Di situ tertulis, pengirim pesan informasi ada aksi menpora Rappelling di gedung Kemenpora adalah Mas Roy sendiri. Busyet. Berarti ketika saya balas,”Maaf, dari siapa nih?” ternyata itu  SMS dari nomor Mas Roy ya? Waduh, betapa kurang ajarnya diriku.

Saya sempat merasa bersalah. Tapi sudahlah. Toh itu karena ketidaktahuan saya. Apalagi saya juga minta maaf pada Mas Roy. Seperti biasa, beliau menanggapi santai. Saya berharap Mas Roy tetap menjadi Mas Roy. Tidak seperti Andi Mallarangeng, atau pejabat-pejabat lain yang jadi sok dan tinggi hati setelah jadi pejabat, laiknya peribahasa kere munggah bale.  

Banyak harapan tergantung dipundaknya, dalam posisinya sebagai menpora.   Lebih dari segalanya, karakter dan sikap pribadi itulah yang bakal terus dikenang, karena pangkat hanya sampiran, harta cuma titipan. Kalau sudah jadi tersangka, nyatanya semua hartanya langsung diblokir KPK. Atau jika meninggal, minimal ada seorang yang tidak nampak berduka, karena pernah disakiti. Sukses Mas Roy, semoga tetap berpijak di bumi, selamat dengan khusnul khotimah mengemban amanah…

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda!