Jujur saya sering merasa kepontal-pontal mengikuti
perkembangan teknologi. Dulu, saat Blackberry belum menjamur, menghubungi teman
atau nara sumber,cukup dengan mengirim pesan pendek (SMS). Kala itu, merk
Blackberry hanya saya dengar ketika Oprah Winfrey secara mengejutkan membagi-bagikan hadiah
pada penonton acara yang dipandunya; The Oprah Winfrey Show. Sekilas saja.
Tanpa pernah terpikir, jika benda ajaib itu akhirnya mendarat ke Indonesia.
Setelah musim Blackberry menjamur, pesan pendek saya menjadi
kadaluarsa. Pelan-pelan, mereka yang berduit mengganti gadgetnya dengan
Blackberry. Karena harganya relatif mahal, saya tentu saja tak serta merta bisa
membeli. Tapi tiap kali meminta nomor pada kenalan baru, selalu di beri PIN,dus
berarti saya harus menghubunginya lewat Blackberry Messenger (BBM). Duh, rasanya capai
banget, untuk mengikuti perkembangan teknologi yang berlari secepat kereta
Shinkansen.
Untung kantor memberi keringanan memiliki Blackberry, dengan cicilan terjangkau. Lewat
teknologi BBM inilah, saya mengenal Saleh Husin, politisi Hanura, yang kini
jadi menteri perindustrian. Nama pria asal NTT ini terpampang di daftar teman
Blackberry saya, meski kami jarang bertegur sapa. Bahkan saat kejayaan
Blackberry pelan-pelan tergerus Iphone, sosok beliau masih setia bertengger di
gadget saya. Belakangan, saya mulai was-was, lantaran pelan-pelan orang -orang
berduit sudah tak nyaman berinteraksi lewat BBM.
Pertimbangannya, BBM sering ngadat. Ngirim hari ini,bisa
besok baru nyampai. Kemudian lahirlah teknologi baru, WhatsApp. Berbondong-bondong orang
beralih memakai aplikasi yang kerap disingkat WA ini. Blackberry saya
sebetulnya bisa dipakai untuk WA. Tapi lantaran semakin menua, satu ketika WA-nya
tak bisa diunggah. Tak ayal,kadang jika bertemu orang baru, dan meminta PIN BB,
jawaban sudah tak memakai BB tapi beralih ke WA, membuat saya jadi melongo.
Ujung-ujungnya, saya kembali ke SMS.
Nah,gara-gara soal SMS, BBM dan WA ini, buruk sangka sempat
menghinggapi ketika tiba-tiba nama Pak Saleh Husin tak muncul di BB saya.
Kebetulan ia men-delcon saya pas saat Presiden Jokowi mengangkatnya jadi
menteri perindustrian. Saya sempat berfikir, waduh, apa beliau takut ya saya
mintain proyek atau melamar jadi staf khususnya. Saya jadi sensi. Bukan
apa-apa. Sepanjang saya kenalan dengan para pejabat negeri ini, pantang bagi saya
untuk colak colek atau sok kenal sok dekat, dengan motivasi tertentu.
Mungkin saya lugu. Tapi memang saya goblok untuk soal ini. Saya
selalu bertahan dengan prinsip, hidup apa adanya,kalau perlu jangan jadi beban
orang lain. Saya masih ingat,bagaimana seorang calon wakil gubernur begitu baik
hati. Bolak balik memanggil agar diliput. Saat sudah duduk dan kini naik jadi
gubernur, betapa susah saat dihubungi sekedar untuk say hello,apalagi meminta
waktu untuk wawancara. Namun lantaran sikap saya yang easy going, saya woles saja.
Buruk sangka terhadap pak menteri yang sempat bercokol itu
akhirnya sirna seketika, saat saya
mengunjungi rumahnya di bilangan Buncit, Jakarta Selatan, awal April 2015 lalu.
Tanpa saya tanya, beliau bilang sekarang memakai WA. “BB sudah nggak musim
lagi,”katanya. Sejak pagi hingga hampir dzuhur berinteraksi dengan beliau,
semakin menyadarkan diri saya, jika sosok Saleh Husin memang jauh dari pikiran
negatif saya.
Tentu saja saya tak perlu secara gamblang mengungkap
kelebihan-kelebihan beliau secara personal, karena nanti dianggap subyektif.
Tapi pesan penting dari semuanya, teknologi membuat kita semakin
terbantu dalam berbagai hal. Namun di sisi lain, ada sisi sentimentil yang
kerap timbul jika kita tak hati-hati menempatkannya. Okelah, hak setiap orang
untuk menunjukan level sosial atau seberapa jauh ia melek teknologi, ketika
setiap saat mengikuti trend. Tapi sebetulnya, bukan di situ substansi
sebenarnya dari sebuah penciptaan teknologi.
Pada akhirnya, semua berpulang ke diri kita masing-masing. Ada
pekerja dengan penghasilan pas-pasan, yang rela kredit Iphone hanya demi
menunjukan diri jika ia berselera tinggi. Tapi banyak juga konglomerat tajir,
yang tetap setia dengan gadget Nokia jadul, dengan layar monocrom, lantaran
fungsi komunikasi sebenarnya ya sekedar
menerima dan mengirim telepon.
Tak heran,jika tak disikapi dengan bijak, jatuhnya mungkin
seperti yang saya alami. Orang sebaik Saleh Husin, sempat saya
curigai,gara-gara saya di delcon. Padahal mah problemnya sederhana aja, beliau hanya
beralih dari BBM ke aplikasi WA. So, tolong orang-orang pinter IT, jangan bikin
kita jadi kepontal-pontal mengikuti imajinasi liar kalian. Tapi mungkinkah?
Keren....👍
ReplyDeleteKeren ....
ReplyDelete