Daftar Isi

Saturday, January 7, 2012

No water ustaz?

Sebelum geger perkawinan kedua ustaz kondang kita dikunyah media massa, para ustaz sepertinya menikmati benar peran media massa. Tahu sendirilah. Dengan nama dikenal publik, job mengisi ceramah bisa datang dari mana-mana. Seperti juga yang terjadi pada ustaz yang satu ini. Semua orang kenal namanya. Apalagi dengan gerakan dakwahnya yang selalu menyuruh orang untuk memberikan sebagian rezekinya. Intinya, ayo ramai-ramai bersedekah. Nanti imbalan lebih besar akan kita dapatkan dari Allah.

Saya dan fotografer disuruh wawancara si ustaz ini, karena istrinya baru melahirkan. Maka sesuai instruksi, saya SMS si ustaz. Dia kemudian menyuruh saya menghubungi asistennya.Pertemuan ditentukan sekitar pukul 16.00 WIB di pondok pesantrennya yang sedang dibangun. 

Karena jaraknya tidak begitu jauh dari kantor, fotografer saya minta bonceng motor saya. Saya pikir tidak apa-apalah. Toh hanya untuk rubrik kecil, jadi wawancara paling hanya sebentar. Tepat sesuai waktu yang dijanjikan, saya datang. Tidak terlambat tentu, karena jalannya lewat jalan kampung.

Awalnya, begitu kita datang, saya lihat si ustaz sedang ngobrol di luar pondok dengan beberapa orang. Saya lambaikan tangan tanda sudah datang. Tapi si ustaz minta agar kami menunggu sebentar. Ketika jarum jam sudah bertengger di angka 17.00 WIB, saya mulai resah.Fotografer saya mulai menggerutu.”Katanya minta tepat waktu?Kok masih ngobrol aja,”ujarnya. Saya bilang ditunggulah sebentar. Siapa tahu dia lagi membahas topik penting.

Di tengah pertarungan rasa sabar dan ingin segera pulang karena hari mulai sore, si ustaz tiba-tiba menawarkan hal aneh. Ia mau diwawancara di rumahnya saja, karena hari sudah mulai senja. Ia kemudian meminta kami mengikuti mobilnya. Tentu saja kami semakin tidak mengerti. Tapi kalau sudah begini, posisi tawar kami jadi rendah. Coba kalau si ustaz ogah diwawancara. Berita tak dapat, kami bisa diomeli. Akhirnya, meski dengan berat hati, kami penuhi permintaannya.

Perjalanan dari pondok pesantrennya ke rumah lumayan jauh. Sampai rumah ustaz, kelelahan mendera. Hari sudah mulai malam. Kami di suruh kembali menunggu. Akhirnya ustaz keluar bersama istrinya dan kami ngobrol sebentar. Selesai ngobrol, pak ustaz kami foto-foto. Ia menggendong oroknya, memasang pose yang paling bagus. Satu dua kali jepret. Sementara istrinya nampak lebih banyak diam. Di akhir sesi pemotretan, ustaz tanya-tanya jenis kamera yang kami pakai.

Fotografer saya mulai nampak kesal. Apalagi si ustaz minta dikirimi foto-foto hasil jepretannya.Juga berpesan, agar foto yang paling bagus yang dipasang di tabloid. Saya tak menjawab. Cuma dalam hati saya menggerutu, baru kali ini ada nara sumber yang lebay. Tidak memiliki empati betapa lelahnya kami, setelah menunggu dan mengikuti mobilnya. Saya tak tahu bagaimana perasaan fotografer setelah ia mendapat pesanan untuk mengirim foto hasil jepretannya.

Saat malam sudah memeluk bumi, kerja kami selesai. Saya pamitan. Istri si ustaz sudah masuk. Kami meninggalkan rumah pak ustaz dengan tenggorokan kering. Saya sempat berdiskusi sama fotografer.”Kenapa tidak setetes pun air keluar ya?Apa dia lupa atau gimana?”. Fotografer saya tidak menjawab. Dia menggeleng sambil melontarkan senyum. Saya tertawa, sebelum motor saya stater dan meluncur menuju kantor.

Di kantor, seorang pegawai front office kebetulan memiliki om yang kerja di pesantren si ustaz. Ketika saya ceritakan ini, dia tertawa sambil berucap,”Baru tahu ya?”. Saya kaget?Jadi tidak keluarnya air minum itu sudah menjadi hal biasa?Yah, bukan apa-apa. Selain sore itu kami benar-benar haus, setelah mengikuti mobilnya, soal air minum juga sudah lazim dihidangkan ketika kami berkunjung ke rumah artis. Tahu sendiri pemahaman artis soal agama.Lha,ini,dakwahnya aja "jualan" sedekah.

Tak lama saya mendengar, sang ustaz kemalingan. Uang ratusan juta sedekah dari jamaah disikat pencuri. Juga blackberry miliknya digasak maling. Untuk menutupi kerugian ini, ustaz mengaku akan menjual Toyota kijangnya. Dia juga diancam akan dilaporkan ke polisi, karena dituduh menggelapkan sertifikat tanah. Saya tak tahu, apakah permintaan ustaz pada fotografer untuk dikirimi foto dikabulkan atau tidak. Pasalnya, si fotografer keburu pindah kerja. Saya juga tak lagi mendapat pesanan liputan, setelah kejadian menjengkelkan itu.


No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda!